Oleh karena itulah muncul desakan dari berbagai pihak agar Jokowi mengganti pemain alias merombak kabinetnya. Namun, di pihak lain ada mantra never change the winning team.
Kita tahu Jokowi lebih memilih merombak kabinet setelah bekerja selama satu tahun. Dan, suka atau tidak, masa satu tahun itu tepat dan telah mencukupi untuk menurunkan para pemain cadangan.
Perlukah Jokowi merombak kabinet sebelum satu tahun? Ya atau tidak bagi dia ini ibarat déjà vu yang pernah dia jalani sejak masa kampanye pilpres sampai pembentukan Kabinet Kerja pada Oktober 2014.
Pada rentang waktu itulah kita lihat dan saksikan semua tokoh kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) berhiruk pikuk tentang "kabinet kerja", "kabinet ramping", "kabinet profesional", dan sebagainya. Pada akhirnya, suka atau tidak, yang terjadi hanyalah apa yang dinamakan dengan "kompromi politik".
Kompromi politik itu biasanya tak lepas dari negosiasi antartokoh dan antarpartai. Untuk kasus pilpres lalu, kompromi politik bahkan melibatkan kepentingan donatur dan relawan.
Tidak ada yang keliru dengan fenomena ini karena politik adalah juga ajang berkompromi. Masalahnya, kompromi baru yang akan dilakukan untuk merombak kabinet belum tentu akan membuat Kabinet Kerja yang lebih baik.
Kalaupun, toh, Jokowi akan merombak kabinet sebelum masa satu tahun, dia tentunya pertama-tama mesti mengakomodasi PDI-P sebagai partai yang mencalonkan dia sebagai presiden dan yang mengikat dia dengan Trisakti-Nawacita. Langkah ini pun belum tentu berjalan mulus karena bakal ada sanggahan dari partai-partai lain anggota KIH.
Dengan kata lain, perombakan kabinet sebelum atau pas masa setahun akan menimbulkan kegaduhan yang sesungguhnya tidak perlu. Namun, saya berani bertaruh, Jokowi sebagai kepala pemerintahan bakal mampu meredam ancaman kegaduhan tersebut.
Sebetulnya yang dibutuhkan Tim Jokowi saat ini bukan hanya sekadar perombakan kabinet, melainkan kritik. Masalah bangsa ini sudah menumpuk sejak Reformasi 1998 dan makin menumpuk selama 10 tahun terakhir.
Ibarat tim sepak bola, Tim Jokowi di lapangan "dikeroyok" oleh tim lawan, mungkin juga wasit, dan juga sebagian penonton yang merasa tidak menyaksikan pertandingan yang bermutu. Oleh karena itu, kita yang kurang puas dengan jalannya pertandingan, jangan ragu untuk memuji dan memaki selama tidak melempari batu atau membuat rusuh.