Kekhawatiran itu sempat dilontarkan Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki saat memberikan pernyataan usai putusan. Menurut dia, putusan hakim tunggal Haswandi yang menangani perkara Hadi, dapat mematahkan ratusan kasus yang telah ditangani KPK dan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. (Baca: Hakim Haswandi Pernah Vonis Andi dan Anas Bersalah meski Penyelidiknya Non-Polri)
"Putusan praperadilan yang tidak sah mengacaukan 371 tindak pidana korupsi yang punya kekuatan hukum tetap sejak 2004 jadi tidak sah," kata Ruki, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).
Selain itu, para penyelidik dan penyidik KPK juga harus menyandang status itu di intansi sebelumnya.
Wakil Ketua sementara KPK, Indriyanto Seno Adji menilai, pertimbangan yang diberikan Haswandi akan berdampak luas bagi penanganan kasus korupsi ke depan. Pasalnya, pertimbangan itu mengancam status penyelidik dan penyidik di instansi lain di luar Polri dan kejaksaan. (Baca: KPK: Putusan Praperadilan Hadi Poernomo Melampaui Permohonan)
"Selama ini proses tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain di luar korupsi misalnya tindak pidana imigrasi, tindak pidana kehutanan, tindak pidana pasar modal dan lain-lain dilakukan oleh penyidik yang bersangkutan PPNS tapi tidak diatur siapa penyelidiknya artinya tindak pidana-tindak pidana yang dilakukan tadi disebutkan dalam ranah itu yang dilakukan penyelidik juga tidak sah," ungkap Indriyanto.
Putusan MK
Hadi Poernomo merupakan tersangka kedua KPK yang gugatan praperadilannya dikabulkan PN Jakarta Selatan. Ia menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Putusan tersebut tidak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang dikeluarkan pada 28 April 2015 lalu. Putusan itu menyatakan bahwa penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan.
Sebelumnya, pada 12 Mei 2015 lalu, hakim Yuningtyas Upiek mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. KPK sebelumnya menetapkan Ilham sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012. (Baca: KPK Pastikan Lawan Hadi Poernomo Lewat Banding atau Kasasi)
Saat itu, Yuningtyas mempertimbangkan, banyaknya bukti tidak asli yang diajukan KPK pada saat pemeriksaan berkas di praperadilan. Selain juga, menurut dia, KPK tidak bisa menunjukkan bukti bahwa telah memeriksa Ilham sebagai tersangka. Namun, KPK justru mengeluarkan sprindik baru pada 20 November 2014 untuk kasus yang sama.
Sebelumnya, sprindik pertama atas kasus Ilham diterbitkan pada 2 Mei 2014.
"Termohon tidak bisa menunjukkan minimal 2 alat bukti yang sah, tidak dapat menunjukkan bukti surat telah memeriksa calon tersangka, tidak ada bukti telah didengar keterangan ahli?," kata Yuningtyas.
Sebelum ada putusan MK, PN Jakarta Selatan telah mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri, Komjen Budi Gunawan pada 16 Februari 2015.
KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Hakim Sarpin Rizaldi yang menangani perkara itu menyatakan, KPK tak berwenang menangani kasus Budi. Hal itu disebabkan, saat kasus itu terjadi, Budi bukan berstatus sebagai aparat penegak hukum dan penyelenggara negara.
"Ternyata jabatan Karobinkar jabatan administrasi golongan eselon II A, bukan termasuk eselon I," kata Hakim Sarpin.
Sebagian kalangan menilai Sarpin telah memperluas penafsiran terhadap objek praperadilan yang secara tegas wewenangnya limitatif diatur di dalam KUHAP. Sebelum ada putusan MK, Pasal 77 KUHAP hanya menyatakan penangkapan, penahanan, dan penghentian penuntutan yang masuk ke dalam objek praperadilan.
Praperadilan masuk ke pengadilan tipikor
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai, ada upaya yang dilakukan sejumlah pihak untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sebelum adanya KPK. Pihak-pihak itu khawatir dengan keberadaan lembaga antiruasuah itu yang dianggap keras dalam memberantas praktik korupsi di Tanah Air.
"Mereka ingin agar pemberantasan korupsi itu tidak boleh keras seperti KPK. Karena selama ini KPK selalu membidik institusi strategis," kata Adnan, saat dihubungi, Rabu (27/5/2015).
Adnan berpandangan, Mahkamah Agung seharusnya melakukan intervensi agar upaya pemberantasan korupsi dapat berjalan sesuai koridornya. Tak hanya itu, negara dan lembaga legislatif juga harus turun tangan untuk mengantisipasi terjadinya gelombang praperadilan oleh tersangka kasus korupsi meluas.
"Kalau perlu bentuk lembaga praperadilan di bawah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Karena kejahatan korupsi ini kejahatan khusus, sehingga perlu penanganan hakim yang memiliki spesifikasi kemampuan khusus," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.