"Kabareskrim itu bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan," ujar Asfinawati.
Selain itu, kuasa hukum melihat ada serangkaian pernyataan kebohongan dari Polri kepada publik yang menutup-nutupi fakta sebenarnya terkait penangkapan dan penahanan Novel. Hal ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penyidikan.
Kuasa hukum Novel juga mempermasalahkan adanya perbedaan antara perintah Presiden Joko Widodo maupun pernyataan Kapolri dan aksi penyidik tentang tidak adanya penahanan.
Hal itu memperlihatkan tidak ada koordinasi antara Kapolri dan Kabareskrim, Kabareskrim melawan perintah Kapolri dan Presiden. Direktur Tindak Pidana Umum Reskrim Polri juga dianggap lebih mendengarkan perintah Kabareskrim dibandingkan Kapolri dan Presiden.
Alasan terakhir, kuasa hukum melihat proses penangkapan penyidik atas kliennya tidak sesuai dengan prosedur. Surat perintah penangkapan dianggap telah kedaluwarsa dan penahanan dilakukan tanpa memenuhi syarat subyektif penahanan dan tidak sesuai dengan prosedur. Penangkapan dan penahanan Novel dilakukan dengan disertai berbagai pelanggaran ketentuan hukum.
"Kami sudah ada bukti-bukti. Kami juga akan lengkapi dengan bukti dan mendatangkan saksi ahli dalam sidang praperadilan tersebut," ujar Asfinawati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.