Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Tak Hadir, Sidang Praperadilan Novel Baswedan Ditunda

Kompas.com - 25/05/2015, 12:10 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Tim kuasa hukum Polri tidak hadir dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/5/2015). Hakim tunggal Suhairi akhirnya memutus untuk menunda sidang hingga Jumat (29/5/2015).

"Termohon tidak hadir dan kita sudah menunggu hingga pukul 12.00 WIB. Ini tidak adil, ya," kata Suhairi.

Hakim sebelumnya sempat mengecek kelengkapan identitas Novel dan kuasa hukumnya. Dari 27 anggota kuasa hukum yang terdaftar, sembilan diantaranya hadir untuk mendampingi Novel.

Kesembilan itu, yakni Nur Kholis Hidayat, Asfinawati, Muji Kartika Rahayu, Aldi Fahri Hamzah, Yati Handriyani, Alvon Kurnia Palma, Bahrain, Muhammad Ainul Yaqin, dan Julius Ibrani.

Sebelum sidang ditutup, sempat terjadi negosiasi antara hakim dengan tim kuasa hukum. Asfinawati, misalnya, meminta agar penundaan sidang tidak terlalu lama. Pasalnya, sidang praperadilan merupakan sidang singkat.

"Kami minta agar Kamis majelis hakim sudah dapat melanjutkannya. Karena sesuai dengan peraturan jeda waktu penundaan hanya tiga hari setelah sidang dilangsungkan," ujarnya.

Namun, hakim Suhair memiliki perhitungan lain. Menurut dia, hari pertama pascasidang, yakni pada Selasa (26/5/2015). Sehingga, penundaan sidang dilakukan hingga Jumat.

"Untuk itu kita jadwalkan untuk memanggil termohon pada Jumat mendatang," tutup Suhairi.

Novel merupakan tersangka tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan.

Menurut polisi, penganiayaan itu terjadi di Pantai Panjang Ujung, Kota Bengkulu pada 18 Februari 2004, dengan pelapor Yogi Hariyanto.

Setidaknya ada lima dasar gugatan praperadilan yang diajukan Novel terhadap Polri. Pertama, penangkapan dan penahanan Novel didasarkan atas sangkaan Pasal 351 ayat (1) dan (3) terhadap korban bernama Mulya Johani alias Aan.

"Tetapi, yang dijadikan dasar penangkapan justru surat perintah penyidikan lain yang memuat pasal berbeda, yaitu Pasal 351 ayat (2) dan Pasal 442 juncto Pasal 52 KUHP," ujar Asfinawati beberapa waktu lalu.

Alasan lainnya adalah penggunaan Surat Perintah Kabareskrim Nomor Sprin/1432/Um/IV/2015/Bareskrim tertanggal 20 April 2015 sebagai dasar penerbitan surat perintah penangkapan dan penahanan Novel.

Hal ini dianggap tidak lazim karena dasar penangkapan dan penahanan adalah surat perintah penyidikan.

Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa Kepala Bareskrim Komjen Budi Waseso telah melakukan intervensi terhadap independensi penyidik terkait kebijakan penyidikan, yaitu penangkapan dan penahanan.

"Kabareskrim itu bukan bagian dari penyidik yang ditunjuk untuk melakukan penyidikan," ujar Asfinawati.

Selain itu, kuasa hukum melihat ada serangkaian pernyataan kebohongan dari Polri kepada publik yang menutup-nutupi fakta sebenarnya terkait penangkapan dan penahanan Novel. Hal ini bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses penyidikan.

Kuasa hukum Novel juga mempermasalahkan adanya perbedaan antara perintah Presiden Joko Widodo maupun pernyataan Kapolri dan aksi penyidik tentang tidak adanya penahanan.

Hal itu memperlihatkan tidak ada koordinasi antara Kapolri dan Kabareskrim, Kabareskrim melawan perintah Kapolri dan Presiden. Direktur Tindak Pidana Umum Reskrim Polri juga dianggap lebih mendengarkan perintah Kabareskrim dibandingkan Kapolri dan Presiden.

Alasan terakhir, kuasa hukum melihat proses penangkapan penyidik atas kliennya tidak sesuai dengan prosedur. Surat perintah penangkapan dianggap telah kedaluwarsa dan penahanan dilakukan tanpa memenuhi syarat subyektif penahanan dan tidak sesuai dengan prosedur. Penangkapan dan penahanan Novel dilakukan dengan disertai berbagai pelanggaran ketentuan hukum.

"Kami sudah ada bukti-bukti. Kami juga akan lengkapi dengan bukti dan mendatangkan saksi ahli dalam sidang praperadilan tersebut," ujar Asfinawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com