JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah akan melaksanakan eksekusi terhadap 10 terpidana mati dalam waktu dekat. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan, surat perintah pelaksanaan eksekusi telah diserahkan dari jaksa muda pidana umum kepada jaksa eksekutor.
Berikut ini penjelasan singkat kasus para terpidana mati tersebut. Berita ini kelanjutan dari berita sebelumnya yang berjudul "Ini 10 Terpidana yang Akan Dieksekusi Mati (Bagian 1)"
6. Rodrigo Gularte (Brasil). Rodrigo ditangkap pada 31 Juli 2004 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Rodrigo kedapatan menyelundupkan 19 kilogram heroin di dalam papan seluncur saat ditangkap. Ia divonis bersalah oleh PN Tangerang pada 7 Februari 2005 dan grasinya ditolak pada 5 Januari 2015.
Kasus Rodrigo cukup mendapat perhatian serius dari para pegiat hak asasi manusia. Pasalnya, Rodrigo disebut memiliki gangguan kejiwaan sehingga dianggap tidak layak menerima eksekusi mati. (Baca: Kejagung Dianggap Prematur Simpulkan Kejiwaan Terpidana Mati WN Brasil)
Berdasarkan hasil pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, Rodrigo divonis menderita gangguan mental kronis dengan diagnosis skizofrenia paranoid dan gangguan bipolar psikotik.
Berdasarkan rekam medis dari dokter yang menangani kejiwaan Rodrigo, warna negara Brasil itu mengidap gangguan kejiwaan sejak tahun 1982 dan divonis mengidap gangguan saraf di otak.
Gangguan tersebut menyebabkan Rodrigo kehilangan kapasitas untuk menilai sesuatu secara benar atau salah dan mengabaikan konsekuensi dari tindakannya.
Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa terpidana mati yang mengalami gangguan jiwa akan tetap menjalani eksekusi. Ia mengatakan, tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenai eksekusi bagi penderita gangguan jiwa.
7. Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa. Warga negara Nigeria ini ditangkap pada 2003 oleh Direktorat Narkoba Mabes Polri karena menyelundupkan heroin sebanyak 1,2 kilogram ke Indonesia dan selanjutnya divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Permohonan grasinya telah ditolak melalui Keppres 11/G 2015. Silvester diketahui telah dua kali diciduk oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) karena mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara, yakni pada tanggal 27 November 2012, saat menghuni Lapas Batu, Nusakambangan, dan tanggal 29 Januari 2015 saat menghuni Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.
8. Martin Anderson alias Belo (Ghana). Sesuai data Kejaksaan Agung, Martin ditangkap pada 2003 di rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta. Dia tertangkap atas kepemilikan 50 gram heroin. Ia pun dijatuhi hukuman mati sejak pengadilan tingkat pertama hingga diperkuat oleh putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2004.
Awal Maret lalu, Martin mengajukan peninjauan kembali untuk pertama kali setelah grasinya ditolak. Ia hadir dalam sidang perdana didampingi penerjemah. Sebelum masuk ke ruang sidang, Martin mengungkapkan, dirinya bukanlah pengedar atau bandar seperti yang selama ini diberitakan. Dia juga mengatakan, ada ketidakadilan atas dirinya.
Saat itu, dia ditangkap bersama pihak lain yang hanya dihukum kurang dari 5 tahun, sedangkan dia dijatuhi hukuman mati.
Pengajuan peninjauan kembali dianggap tak relevan oleh hakim. Sebab, Martin telah mengajukan grasi yang berarti terpidana telah mengakui kesalahannya. Selain itu, hakim juga menilai permohonan yang diajukan Martin hanya sebagai upaya mengulur waktu sehingga PK yang diajukan kemudian ditolak.
9. Okwudili Oyatanze (Nigeria). Pria kelahiran tahun 1970 tersebut terlibat kasus penyelundupan 1,1 kilogram heroin. Ia tertangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada 28 Januari 2001.