Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Permohonan Pengujian UU KUHAP Terkait Peninjauan Kembali

Kompas.com - 21/04/2015, 00:59 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan pemohon atas Pengujian Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) terkait pasal peninjauan kembali.

"Menyatakan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (20/4/2015).

Ada pun perkara nomor 17/ PUU-XIII/2015 tersebut diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

Mahkamah berpendapat bahwa pasal yang mengatur pelaksanaan putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap meskipun terhadap putusan tersebut terdapat upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).

"Bahwa putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukun tetap harus dilaksanakan," ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo ketika membacakan pendapat Mahkamah.

Dengan demikian ada atau tidaknya adanya permohonan PK, tidak menghalangi pelaksanaan putusan tersebut demi kepastian hukum yang adil.

"Asas tersebut justru mengimplementasikan salah satu prinsip negara hukum," kata Suhartoyo.

Para pemohon mengajukan permohonan pengujian UU KUHAP Pasal 268 ayat 1 yang berbunyi, "Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan mau pun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut".

Uji materi dilakukan mengingat Putusan MK nomor 34/PUU-XI/2013 yang membatalkan Pasal 268 ayat 3 di UU KUHAP. Ada pun Pasal 268 ayat 3 itu berbunyi, "Permintaan peninjauan kembali atas suatu pemutusan hanya dapat dilakukan satu kali saja".

Karena itu MAKI dan LP3HI meminta penegasan tafsir atas berlakunya pasal itu, sehingga kejaksaan tidak ragu-ragu ketika mengeksekusi terpidana mati.  

Tapi MK berpendapat, jika Pasal 268 ayat 1 itu dihapus, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, baik terhadap terpidana dan ahli warisnya, juga bagi hukum itu sendiri.

Selain itu, MK berpendapat sikap kehati-hatian jaksa selaku eksekutor harus dihormati. Sebab, seorang terpidana mati yang sedang mengajukan PK harus ditunggu terlebih dulu sampai ada putusan untuk menghindari jangan sampai ada permohonan PK yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung sesudah eksekusi dilaksanakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com