Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpres Uang Muka Mobil untuk Pejabat Membuka "Borok" Istana

Kompas.com - 06/04/2015, 10:07 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa ia tidak sepenuhnya mengetahui tentang peraturan presiden tentang kenaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat. Hal ini menyisakan tanda tanya sebab bagaimana bisa seorang presiden "melewatkan" suatu perpres yang ditandatanganinya tanpa mengeceknya lebih dulu. Hal itu menunjukkan ada problem dalam koordinasi dan mekanisme penentuan anggaran di lingkungan istana.

"Itu menandakan koordinasi Jokowi dengan stafnya di kabinet lemah, ini malah buka 'borok' istana," ujar Manajer Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi saat dihubungi, Senin (6/4/2015) pagi.

Menurut Apung, pernyataan Jokowi itu juga menandakan kekurangtelitian Jokowi. Dalam masalah uang negara yang begitu besar, kata dia, presiden seharusnya mencermati hal setiap detail. "Masalah uang rakyat kok tidak diperhatikan," ucap dia.

Apung juga menilai janggal masuknya dokumen kenaikan anggaran uang muka pejabat ini. Menurut dia, mekanisme anggaran seharusnya dilihat berdasarkan kebutuhan, lalu diproses bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah.

"Tidak via surat saja antara DPR-pemerintah dan tiba-tiba Menkeu menyetujui. Ini kan menerobros proses namanya. Proses menerobos ini benar kayak siluman, tanpa pembahasan tiba-tiba muncul hanya karena surat," kata Apung.

Dengan masalah yang ditimbulkan dari uang muka mobil pejabat ini, Apung berpendapat bahwa satu-satunya cara yang bisa dilakukan Presiden Jokowi adalah dengan membatalkan peraturan presiden tersebut.

Mengecek ke kementerian

Setelah muncul polemik, Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara soal kenaikan uang muka mobil pejabat. Dia mengaku tidak mencermati satu per satu usulan peraturan yang harus ditandatanganinya, termasuk soal lolosnya anggaran kenaikan uang muka pembelian mobil untuk pejabat negara. Menurut dia, Kementerian Keuangan seharusnya bisa menyeleksi soal baik dan buruknya sebuah kebijakan.

"Tidak semua hal itu saya. Apa itu, saya ketahui seratus persen. Artinya, hal-hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian menyaring (screening) apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini," ujar Jokowi saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (5/4/2015).

Jokowi menceritakan, setiap hari dia harus menandatangani begitu banyak dokumen. Oleh sebab itu, Jokowi tidak selalu memeriksa semua dokumen itu. "Apakah saya harus cek satu-satu? Berarti enggak usah ada administrator lain dong kalau presiden masih ngecekin satu-satu," ujar dia.

Jokowi membantah dirinya kecolongan dalam kebijakan tersebut. Dia hanya menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang melibatkan uang negara yang besar seharusnya dibahas dalam rapat terbatas atau rapat kabinet. "Tidak lantas disorong-sorong seperti ini," ucap dia.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan bahwa Kementerian Keuangan melakukan kajian teknis atas kenaikan anggaran itu. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sempat menyatakan tidak tahu-menahu tentang hal tersebut. Namun, ia akhirnya mengakui bahwa Kemenku telah melakukan kajian tersebut. Ia menyebutkan, kenaikan anggaran itu diusulkan oleh DPR sebesar Rp 250 juta, tetapi akhirnya disepakati menjadi Rp 210 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com