JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, Kepolisian Republik Indonesia sedang dalam kondisi darurat reformasi. Banyaknya kesewenangan yang dilakukan anggota Polri di sejumlah daerah di Indonesia menunjukkan perlunya pembenahan Polri dari sisi internal.
"Darurat reformasi bukan hanya karena ada peristiwa KPK dan Polri. Setidaknya, selama 10 tahun terakhir, kepolisian belum menjadi institusi penegak hukum, seperti apa yang diharapkan oleh masyarakat sipil," ujar Wakil Koordinator Kontras Chrisbiantoro, dalam diskusi di Kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2015).
Chris mengatakan, dalam data yang dimiliki Kontras sejak Januari hingga Desember 2013, telah terjadi 788 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Dari jumlah tersebut, tercatat 4.926 masyarakat sipil menjadi korban.
Selain itu, berdasarkan pemantauan Kontras yang dilakukan pada periode Juni 2013-Mei 2014, diketahui adanya tren terhadap motif penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan kepolisian. Chris mengatakan, dari 90 kasus, terdapat 64 kasus yang mengikuti tren penyiksaan.
Saat ini, menurut Chris, Kontras juga menemukan adanya pola balas dendam dan rekayasa kasus yang dilakukan Polri. Chris mengatakan, fakta-fakta ini seharusnya dianggap sebagai hal yang serius, mengingat Polri seharusnya bertindak sebagai institusi penegak hukum yang bersih dan bebas dari kepentingan politik.
Chris mengatakan, Polri sebaiknya melakukan evaluasi dan pembenahan internal secara lebih efektif dan berkala sehingga harapan masyarakat agar Polri dapat bertugas sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.