Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/02/2015, 15:02 WIB

Upaya penyelamatan yang dapat dilakukan: KPK harus segera mengambil langkah hukum untuk mengoreksi putusan praperadilan. Secara hukum, pilihan yang tersedia dapat dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pilihan tentunya akan menimbulkan pro-kontra. Namun, perlu dicatat, jika hakim berani menerobos ketatnya pengaturan praperadilan dalam KUHAP, tak salah pula KPK mencoba menerobos batasan sempitnya ruang untuk kasasi. Selain itu, KPK sangat mungkin memilih jalur kedua: mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali. Pilihan ini akan lebih menarik jika Joko Widodo konsisten dengan tidak melantik BG sebagai Kepala Polri.

Pilihan pada kedua upaya tersebut tidak sekadar koreksi atas pendirian hakim yang menerobos batasan pengajuan praperadilan. Tak juga karena putusan itu akan membuka kemungkinan setiap orang yang dijadikan terdakwa akan memilih langkah praperadilan. Lebih dari itu, putusan praperadilan telah mempersempit wewenang KPK dalam menyidik penyelenggara negara atau penegak hukum yang terindikasi melakukan korupsi. Karena itu, mengajukan kasasi atau peninjauan kembali harus dimaknai sebagai upaya memulihkan kembali salah satu mahkota KPK dalam menyidik kasus korupsi.

Selain itu, KPK harus mampu memberi keyakinan kepada publik bahwa kisruh dan segala ancaman yang mendera mereka tidak mengendurkan semangat dalam memberantas korupsi. Paling tidak, Bambang Widjojanto telah menunjukkan bagaimana harusnya bersikap dan bertindak di tengah ancaman. Bagaimanapun, dukungan publik tetap akan menggelora selama semangat di internal KPK tidak ciut karena tekanan dan ancaman yang ada.

Namun, jauh lebih penting, keberlanjutan dan masa depan KPK bergantung juga pada dukungan Jokowi. Dalam situasi seperti sekarang, Jokowi harus menyampaikan dukungan terbuka kepada KPK. Caranya: perintahkan secara terbuka kepada kepolisian untuk menghentikan kriminalisasi terhadap semua elemen di KPK. Bersamaan dengan itu, umumkan calon Kepala Polri baru yang merupakan figur yang dapat menjadikan KPK dan polisi berjalan bergandeng tangan.

Demi penyelamatan agenda pemberantasan korupsi, semua langkah itu harus dilakukan secara simultan. Bagaimanapun, banyak pihak percaya, kemampuan dan keberanian mengambil langkah dalam situasi darurat ini akan amat menentukan masa depan KPK. Memilih diam dan tidak tegas sama saja membiarkan KPK menuju liang kematian.

Saldi Isra
Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi, Fakultas Hukum Universitas Andalas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Nasional
Pakar: PDN Selevel Amazon, Tapi Pengamanannya Selevel Warnet

Pakar: PDN Selevel Amazon, Tapi Pengamanannya Selevel Warnet

Nasional
Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Nasional
Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Nasional
“Saya kan Menteri...”

“Saya kan Menteri...”

Nasional
Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Nasional
Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Nasional
Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Nasional
Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Nasional
Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Nasional
Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Nasional
Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com