Bahkan mereka yang semula bersitegang menggunakan senjata dan kata-kata, langsung diam seribu bahasa.
Hari itu semesta telah membuktikan kebengisannya, melebihi kebengisan yang bisa diperbuat oleh manusia di bumi Aceh. Ribuan manusia tewas dalam hitungan detik.
Begitulah cara alam bekerja dan bertindak. Maka di balik itu semua, selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Barangkali sudah saatnya, Serambi Mekah itu dibersihkan dari iri dan dengki serta permusuhan. Barangkali sudah saatnya Serambi Mekah itu menjadi negeri indah tempat para muslim beribadah dan bekerja.
Negeri Aceh seperti hendak membuka lembaran hidup yang baru. Gelombang Raya itu menjadi penanda berakhirnya rasa takut warga yang hendak bepergian di negerinya sendiri.
Maka kini, setelah sepuluh tahun tsunami lewat, saya tak cemas ketika melintas dari Takengon menuju Medan melalui jalan darat. Begitu juga saat menyusuri Bireun hingga Lhokseumawe, saya dan kawan-kawan seperjalanan bisa bersendagurau sepanjang perjalanan. Tidak seperti sebelum tsunami datang. Seorang kawan yang hendak pergi ke Medan dari rumahnya di Takengon, harus menahan ketegangan sepanjang perjalanan.
Sykurlah, kini Aceh sudah aman. Mereka yang bersengketa tak harus mengangkat senjata untuk menegaskan pendapatnya. Semoga bencana itu menjadikan kita menjadi kian bijaksana, menjadikan kita tambah giat beribadah dan juga bekerja.
@JodhiY
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.