Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/11/2014, 20:23 WIB

Pembuatan Tata Tertib Dewan, khususnya terkait tata cara penentuan pimpinan DPR dan alat-alat kelengkapan Dewan, juga lebih didasari kekuatan politik ketimbang asas kekeluargaan, kebersamaan, dan keadilan di parlemen. Ketika PDI-P jadi pemenang pemilu yang tidak sampai mencapai suara mayoritas di parlemen, pemilihan ketua Dewan melalui voting. Saat Partai Demokrat menguasai parlemen hasil Pemilu 2009, penentuan ketua DPR atas dasar suara terbanyak. Baru pada 2014 ini, UU MD3 dan Tatib DPR benar-benar dibuat oleh koalisi mayoritas di parlemen 2009-2014 dan 2014-2019 yang meluluhlantakkan asas kebersamaan, kekeluargaan, dan keadilan itu.

Berlakunya ”Diktator Mayoritas” di parlemen inilah yang menyebabkan kegaduhan demi kegaduhan politik terjadi di parlemen. Koalisi Indonesia Hebat merasa tidak diberi kesempatan ”naik ke ring tinju” untuk berebut pimpinan Dewan karena dikunci oleh aturan sistem paket yang didukung enam fraksi berbeda (saat PPP) masih bergabung ke Koalisi Merah Putih.

Lebih lanjut, saat penentuan pimpinan alat-alat kelengkapan Dewan (komisi dan badan-badan), kisruh internal di PPP juga dijadikan permainan politik. Dengan dalih PPP Suryadharma Ali masih sah dan sudah mengajukan daftar nama calon pimpinan alat-alat kelengkapan Dewan, pimpinan sidang pun mengetuk palunya. Tidak mengherankan jika kubu PPP versi Muktamar Surabaya mengamuk hebat walau tindakan itu memang tidak patut dilakukan di parlemen. Tidak mengherankan pula jika Koalisi Indonesia Hebat juga membuat pimpinan DPR tandingan, sesuatu yang ditabukan dalam model parlemen dengan sistem presidensial.

Kompromi atau macet

Ketika kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah mulai bekerja, DPR masih diselimuti kebuntuan politik. Dalam politik sesungguhnya tidak ada kemacetan politik yang tidak ada jalan keluar. Dari sisi politik, DPR saat ini mengalami kondisi stalemate, yaitu tiadanya jalan keluar karena semua diblok, atau sudah sampai pada taraf deadlock.

Kondisi ini bisa diubah apabila para elite atau pimpinan partai yang bertarung duduk bersama mencari jalan keluar terbaik, seperti kocok ulang pimpinan-pimpinan alat-alat kelengkapan Dewan. Itu tidak cukup dengan janji-janji politik dari pimpinan parpol dan pimpinan DPR dari kubu Koalisi Merah Putih, tetapi diimplementasikan dalam kebijakan yang nyata. Kaukus perempuan di dalam dan di luar parlemen juga dapat melakukan tekanan-tekanan politik agar perwakilan perempuan di jajaran pimpinan dan alat-alat kelengkapan Dewan benar-benar memberikan kesempatan bagi kaum perempuan untuk menjadi pemimpin.

Bila gagasan ini tetap ditolak, tak ada cara lain bagi Koalisi Indonesia Hebat untuk memperkuat argumentasi penopang eksekutif kala berbagai kebijakan pemerintah diajukan kepada parlemen. Kalangan pers dan masyarakat juga dapat menjadi kekuatan penopang demokrasi yang lebih substansial. Pembentukan pimpinan DPR tandingan ataupun pembuatan perppu bukan jalan keluar yang baik karena hanya akan menambah deadlock di DPR dan tidak mandirinya DPR.

Entah kapan politik di Indonesia benar-benar dalam rangka bernegara dan berkonstitusi untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Ikrar Nusa Bhakti
Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com