Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo-Jokowi, Bersatulah...

Kompas.com - 30/07/2014, 07:10 WIB

KOMPAS.com — Setelah ketegangan dan pertikaian yang memuncak pada Pemilihan Umum Presiden 2014 di antara dua kubu pasangan capres/cawapres Joko Wododo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, muncul ajakan islah (rekonsiliasi) yang ditawarkan presiden terpilih Joko Widodo.

Ajakan islah Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi itu dinilai sebagai bentuk kedewasaan berpolitik di era demokrasi partisipatif ini.

Pidato pertama Jokowi pasca-penetapan sebagai Presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum dinilai banyak pihak sangat bernuansa rekonsiliasi. Jokowi, di antaranya, mengucapkan terima kasih kepada Prabowo, meski sampai kini capres nomor urut satu itu belum juga legawa dan malah membuat tim perjuangan, setelah menolak pelaksanaan pilpres.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menganggap wajar jika kubu Prabowo belum legawa. Ada mekanisme mempertanyakan hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini merupakan tradisi yang juga terjadi hampir di 90 persen pilkada. Namun, tradisi ini dipandang perlu diubah. Prabowo juga semestinya tak melempar pernyataan menolak pelaksanaan pilpres.

Koalisi Merah Putih bahkan kemudian mengajukan gugatan ke MK dengan klaim terjadi kesalahan hitung suara. Prabowo-Hatta mengklaim menang dalam pilpres dengan jumlah suara 67.139.153 atau 50,26 persen. Sementara itu, Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124 suara atau 49,74 persen.

Berkas Permohonan Perselisihan Hasil Pilpres sudah diserahkan kepada MK pada 25 Juli lalu. Persidangan perdana atas gugatan tersebut akan digelar di MK pada 6 Agustus 2014.

"Sebenarnya ada ciri khas dalam pidato Jokowi. Saya pikir sudah muncul nuansa rekonsiliasi ketika ucapan terima kasih pertama kepada Prabowo Subianto, dan (Jokowi) menyatakan bahwa ini akhir dari sebuah pertarungan dan awal dari rekonsiliasi, ini mendasar," kata Yunarto.

Menurut dia, sikap Jokowi ini menunjukkan bahwa pembangunan bangsa dan demokrasi itu harus partisipatif dan bersama-sama. Dia mengajak seluruh elemen bangsa bersatu. Ini ciri khas pemimpin yang ingin bekerja sama dan memberdayakan masyarakat.

Ajakan islah ini dinilai pengajar ilmu komunikasi di Unpad, Bandung, memberikan beberapa pendidikan politik. Pertama, lemahnya institusi penyelenggara dan pengawas pemilu menyebabkan peran para kontestan semakin penting untuk meyakinkan konstituennya bahwa kontestasi harus diselesaikan di bilik suara dan tidak di tempat lain.

"Kedua, gesekan di akar rumput dengan isu agama, ras, dan bahkan komunisme membutuhkan suri teladan dari para kontestan bahwa semua isu yang berpotensi memecah-belah bangsa harus dihentikan dan digantikan dengan mengarahkan energi di akar rumput demi partisipasi politik yang positif," katanya.

Ketiga, ujarnya, mesin-mesin oligarki serta elite politik di balik kedua kandidat yang sudah bertaruh habis-habisan untuk memenangkan jagoannya, perlu disadarkan, bahwa jagonya kini lebih memilih keutuhan bangsa daripada kepentingan segelintir kelompok.

Pengamat politik dan dosen jurusan Politik, FISIP Universitas Syiah Kuala, Aryos Nivada Nangroe Aceh Darussalam juga sependapat bahwa langkah rekonsiliasi merupakan bagian dari tahap awal, serta fondasi penting membangun hubungan dan keterlibatan aktif dalam membawa perubahan dan kemapanan segala sektor baik politik, ekonomi, dan lainnya.

Menurut Aryos, rekonsiliasi juga mempermudah kerja-kerja melayani rakyat dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai seorang presiden dan wakil presiden di pemerintahan. Selain itu, rekonsiliasi akan semakin memperkuat konsolidasi dan sinergitas antara para pendukung kedua kandidat presiden dalam memajukan Indonesia.

Sikap kenegarawanan

Sementara itu Wakil Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur Abdus Salam mendukung wacana islah nasional oleh Nahdlatul Ulama (NU) setelah penghitungan resmi Pilpres 2014. Rekonsiliasi diperlukan guna menghindari perpecahan antartokoh, terutama yang terlibat pada masing-masing kubu capres-cawapres.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com