Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Lupakan Agenda Reformasi

Kompas.com - 12/05/2014, 14:56 WIB


KOMPAS.com - GERAKAN  reformasi telah mengubah praktik ketatanegaraan dan sistem politik negeri ini. Negara memberikan ruang kebebasan kepada warga untuk berpartisipasi. Hasil reformasi akan sempurna jika negara menjalankan agenda reformasi, terutama penuntasan praktik korupsi dan penegakan hukum.

Maraknya praktik korupsi dan lemahnya penegakan hukum di negeri ini menjadi ganjalan utama yang membelenggu jalannya reformasi. Belenggu itu kian sulit terlepas ketika negara alpa dalam mengawasi perilaku aparatnya yang korup dan perilaku masyarakat yang permisif. Alhasil, meski sudah dua windu berjalan, reformasi berupa tuntutan perubahan besar kehidupan berbangsa hanya menjadi jargon politik.

Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda utama yang disuarakan mahasiswa ketika gerakan reformasi digulirkan 16 tahun silam. Agenda tersebut tetap hidup hingga sekarang, bahkan menguat lantaran praktik korupsi yang kian marak. Alih-alih berkurang, kasus korupsi justru terus bermunculan di ranah publik.

Hampir semua (88 persen) responden membenarkan fenomena ini dan menganggap negara belum memenuhi tuntutan pemberantasan korupsi sebagai amanat reformasi.

Pengakuan responden ini seolah menyibak praktik-praktik korupsi yang selama ini tersimpan di balik kekuasaan para penyelenggara negara yang telah menyebar hingga ke semua lini. Salah satu temuan Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan, hingga Januari 2014 sebanyak 318 kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi.

Aroma korupsi pun tercium di level birokrat dengan modus manipulasi biaya perjalanan dinas dan kelebihan pembayaran serta penggelembungan harga dalam pengadaan barang dan jasa. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan indikasi penyelewengan 30-40 persen dari biaya perjalanan dinas Rp 18 triliun selama setahun (Kompas, 14/5/2012). Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester I-2013, potensi kerugian negara akibat kelebihan pembayaran mencapai Rp 456,23 miliar dan penggelembungan harga Rp 263,8 miliar (Kompas, 14/11/2013).

Fenomena pengungkapan kasus-kasus korupsi tersebut menunjukkan bahwa korupsi telah menggerogoti sendi-sendi lembaga penyelenggara negara. Padahal, lembaga-lembaga tersebut kelahirannya dibidani semangat reformasi. Praktik korupsi yang marak menunjukkan bahwa negara tidak mampu menjangkau praktik-praktik haram yang diatur di ruang-ruang gelap kekuasaan.

Sikap permisif

Korupsi identik dengan perilaku yang merugikan kepentingan masyarakat dan negara. Pemahaman ini merupakan refleksi dari pengertian korupsi yang berpusat pada institusi negara, yaitu penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan sendiri.

Korupsi dalam pengertian perilaku yang merugikan kepentingan bersama dan perilaku melanggar norma kepatutan umum juga kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Bagi sepertiga bagian responden, perilaku yang menabrak norma-norma masyarakat tersebut bisa dikategorikan sebagai korupsi meskipun secara kecil-kecilan. Dalam tataran kehidupan sehari-hari, korupsi kecil-kecilan kerap terjadi dan kasatmata dialami atau dirasakan publik.

Dari hasil jajak pendapat pekan lalu, terungkap potret pengalaman responden terkait dengan kebiasaan memberikan uang pelicin kepada aparat.

Sebanyak dua dari lima responden mengaku pernah memberikan uang di luar tarif resmi untuk urusan surat-menyurat, seperti KTP, SIM, STNK, dan IMB. Pengalaman senada juga dinyatakan sepertiga responden yang mengaku pernah memberi uang damai kepada polisi saat ditilang.

Pengakuan responden ternyata seirama dengan temuan survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2013 yang dilakukan BPS dan Bappenas di 170 kabupaten/kota di Indonesia. Survei tersebut mengungkapkan, masih banyak masyarakat yang permisif terhadap perilaku korupsi.

Lembaga dipercaya

Lemahnya penegakan hukum masih menjadi tanda tanya publik terkait pelaksanaan agenda reformasi. Hampir separuh responden menilai, penegakan hukum yang lemah telah menghambat jalannya reformasi. Penuntasan kasus kekerasan dalam kerusuhan 13-15 Mei 1998, misalnya, dinilai terlalu berlarut-larut. Pemerintah dinilai memiliki wewenang dan kemampuan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun, kasus itu seolah dipetieskan. Delapan dari sepuluh responden menyatakan penyelesaian kasus ini buruk.

Publik terus mempertanyakan upaya pengungkapan fakta dan penegakan hukum atas tindak kejahatan yang terjadi dalam peristiwa Mei 1998. Meskipun ada upaya untuk melakukan rekonsiliasi, pengungkapan fakta tetap diinginkan publik. Dua dari tiga responden menyerukan agar penuntasan kasus pelanggaran HAM tersebut diselesaikan dengan mengungkapkan fakta demi kebenaran.

Konsistensi publik memperjuangkan agenda reformasi tampaknya tetap kuat di tengah melempemnya lembaga-lembaga yang selama ini bersuara pro reformasi. Sebut saja anggota legislatif yang tidak lain adalah politisi yang menikmati manisnya buah reformasi. Baik anggota DPR maupun DPRD dinilai lebih mementingkan agenda-agenda pribadi atau partai ketimbang reformasi. Sosok wakil rakyat yang baru terpilih pun dianggap makin jauh dari agenda reformasi. Dua dari tiga responden menilai demikian.

Semangat reformasi yang makin pudar terjadi dalam lembaga penegakan hukum formal, seperti kehakiman, kejaksaan, dan kepolisian. Keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam sejumlah kasus korupsi semakin meyakinkan publik, komitmen terhadap reformasi yang dimiliki lembaga-lembaga tersebut telah tergerus kepentingan pribadi. Sebagian besar responden pesimistis jika lembaga penegak hukum mampu memenuhi tuntutan reformasi.

Mahasiswa melemah

Kepercayaan publik terhadap mahasiswa dan gerakan pemuda dalam memperjuangkan reformasi menurun. Kalangan mahasiswa yang dinilai memiliki idealisme dalam berjuang sebagai agen dan penggerak reformasi dinilai makin melempem. Harapan para mahasiswa bisa melanjutkan agenda reformasi yang dicanangkan para pendahulunya cenderung melemah. Hampir separuh responden yang menyatakan pesimisme ini.

Sebaliknya, lembaga yang konsisten mengungkap kebenaran makin diapresiasi publik. Dalam jajak pendapat ini, dua pertiga bagian (69,3 persen) responden optimistis jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu mengawal tuntutan reformasi dalam bidang hukum. Keyakinan responden tersebut berakar pada komitmen dan prestasi KPK dalam memerangi praktik korupsi. Hanya KPK yang dinilai publik sebagai lembaga yang relatif bersih dan memenuhi harapan publik.

Pemerintahan baru diharapkan bisa mengawal kembali agenda reformasi yang kini sudah melempem. Pemerintah jangan sampai hanya terfokus pada urusan kekuasaan sehingga melupakan agenda reformasi terutama dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. (DWI ERIANTO/LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com