Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Suruh Jubir Bantah, Lebih Baik SBY Datang ke KPK"

Kompas.com - 26/03/2014, 07:45 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Handika Honggowongso, menilai, bantahan yang disampaikan Istana dan petinggi Partai Demokrat terkait disebutnya nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemberi uang muka Toyota Harrier justru menunjukkan ketakutan. Menurut Handika, lebih baik jika SBY, yang kini menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyampaikan keterangannya di bawah sumpah.

"Jika mereka gentle, gampang kok, Pak SBY datang saja ke KPK untuk beri keterangan di bawah sumpah, setelah itu pasti akan jadi terang. Jika nunggu panggilan KPK, sepertinya enggak berani tuh, jadi daripada nyuruh Jubir Presiden bantah, padahal dia tidak tahu apa-apa karena tahun 2009 belum jadi orang Istana," papar Handika melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Selasa (25/3/2014).

Handika juga menolak pihak Anas disebut melancarkan kampanye hitam yang menyerang Partai Demokrat terkait dengan penyebutan nama SBY. Dia mengatakan, proses di KPK merupakan masalah hukum, bukan persoalan politik sehingga harus dihadapi dengan cara hukum.

"Ikuti proses yang akan datang, jadi jangan lari sambil berteriak ini politik, soalnya sekali lagi faktanya Pak SBY ngasih uang secara tunai ke Anas di rumah kediaman Cikeas sekitar September 2009, kemudian uang itu digunakan untuk uang muka mobil Harrier," ujarnya.

"Jadi, itu omongan Ketua PPATK soal tidak ada aliran uang dari SBY ke Anas juga tidak benar. Mana bisa PPATK ngelacak? kan pemberiannya langsung tidak melalui transfer di bank," tambah Handika.

Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha membantah Presiden Yudhoyono disebut memberikan uang muka Harrier kepada Anas sebagai hadiah karena Anas telah berjuang memenangkan demokrat dalam pemilu. Menurut Julian, Presiden tidak pernah mengapresiasi orang dengan memberikan uang.

Tudingan Anas ini juga dibantah Ketua Harian Partai Demokrat Syarifuddin Hasan. Sebelumnya, Syarif menyebut pernyataan pihak Anas fitnah belaka. Menurut Syarif, masyarakat sudah memahami bahwa maksud tudingan Anas itu sebagai bentuk kampanye hitam untuk menggerus suara Partai Demorat pada Pemilu 2014 nanti.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, data dan informasi yang diperoleh KPK mengenai uang muka Harrier berbeda dengan yang disampaikan Anas. Menurut data dan informasi yang diperoleh KPK, uang muka pembelian mobil itu berasal dari Grup Permai, perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Direktur Keuangan Grup Permai Neneng Sri Wahyuni yang juga istri Nazaruddin mengaku pernah memberikan uang kepada Anas untuk pembayaran uang muka Toyota Harrier. Nazaruddin pun memiliki bukti pembelian Toyota Harrier tersebut. Johan juga mengatakan, KPK meyakini kalau Harrier itu berkaitan dengan dugaan gratifikasi Hambalang dan proyek lainnya yang menjerat Anas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Sita 7,7 Kg Emas Terkait Kasus Korupsi 109 Ton Emas

Kejagung Sita 7,7 Kg Emas Terkait Kasus Korupsi 109 Ton Emas

Nasional
Dua Kapal Fregat Merah Putih TNI AL Diharapkan Bisa Beroperasi pada 2028

Dua Kapal Fregat Merah Putih TNI AL Diharapkan Bisa Beroperasi pada 2028

Nasional
Hadiri Forum Doha III, Menlu Retno Suarakan Keterlibatan Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi

Hadiri Forum Doha III, Menlu Retno Suarakan Keterlibatan Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi

Nasional
Wilayah Udara IKN Akan Di-'cover' Radar GCI Buatan Perancis

Wilayah Udara IKN Akan Di-"cover" Radar GCI Buatan Perancis

Nasional
ICW Sebut Orang-Orang Kompeten Trauma dengan Pelemahan KPK 2019

ICW Sebut Orang-Orang Kompeten Trauma dengan Pelemahan KPK 2019

Nasional
Menlu Retno Hadiri Pertemuan Doha III, Bahas Nasib Afghanistan Setelah Dikuasai Taliban

Menlu Retno Hadiri Pertemuan Doha III, Bahas Nasib Afghanistan Setelah Dikuasai Taliban

Nasional
Respons Parpol soal Putusan KPU yang Akomodasi Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

Respons Parpol soal Putusan KPU yang Akomodasi Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
KPK Blak-blakan Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

KPK Blak-blakan Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

Nasional
Kepada Polri, Puan: Berantas Segera Para Bandar Judi 'Online'

Kepada Polri, Puan: Berantas Segera Para Bandar Judi "Online"

Nasional
Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Nasional
PDI-P Dinilai Sulit Kalahkan Koalisi Khofifah jika Tak Bermitra dengan PKB pada Pilkada Jatim

PDI-P Dinilai Sulit Kalahkan Koalisi Khofifah jika Tak Bermitra dengan PKB pada Pilkada Jatim

Nasional
Cak Imin Tegaskan PKB Tak Akan Pasangkan Anies dengan Sohibul Iman pada Pilkada Jakarta

Cak Imin Tegaskan PKB Tak Akan Pasangkan Anies dengan Sohibul Iman pada Pilkada Jakarta

Nasional
Saat Kapolri Minta Maaf di HUT Ke-78 Bhayangkara, tapi...

Saat Kapolri Minta Maaf di HUT Ke-78 Bhayangkara, tapi...

Nasional
Komnas Perempuan Harap DKPP Sanksi Berat Ketua KPU jika Terbukti Lakukan Tindak Asusila

Komnas Perempuan Harap DKPP Sanksi Berat Ketua KPU jika Terbukti Lakukan Tindak Asusila

Nasional
Masyarakat yang Dirugikan Peretasan PDN Diimbau Lapor ke Posko Daring

Masyarakat yang Dirugikan Peretasan PDN Diimbau Lapor ke Posko Daring

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com