JAKARTA, KOMPAS.com — Saat berkampanye dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012, Joko Widodo alias Jokowi berjanji akan memimpin Jakarta selama lima tahun jika terpilih menjadi gubernur. Kini, belum satu setengah tahun berlalu, janji Jokowi itu dipertanyakan. Akankah Jokowi setia kepada warga Jakarta? Atau Jokowi tergoda maju di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014?
Jokowi mulai jadi buah bibir media massa nasional dan publik di Indonesia saat menjadi Wali Kota Surakarta alias Solo, terutama ketika membawa mobil Esemka ke Jakarta untuk diuji emisi, Januari 2012.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) lalu mengusung Jokowi menjadi calon gubernur DKI. Ia disandingkan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diusung Partai Gerindra.
Berbagai janji disampaikan Jokowi untuk memikat hati warga Jakarta agar memilihnya pada Pilgub DKI Jakarta, Juli 2012, dan diulangi pada putaran kedua, September 2012. Selain janji menciptakan Jakarta baru, Jokowi juga berjanji akan memimpin Jakarta selama lima tahun. Dia berkomitmen tidak akan menjadi "kutu loncat" dengan mengikuti Pilpres 2014.
Janji itu diucapkannya, barangkali untuk menjawab keraguan atas kesetiannya menjalani amanah yang diberikan warga Jakarta. Pasalnya, ketika terpilih menjadi DKI 1, Jokowi juga belum menyelesaikan masa jabatannya sebagai Wali Kota Solo. Jokowi tidak menuntaskan jabatannya hingga 2015.
Jokowi makin merebut hati rakyat ketika sering turun ke bawah selama membenahi Jakarta, istilahnya blusukan. Bahkan, masuk ke gorong-gorong pun dilakukannya. Aksinya itu kerap dipublikasi media massa nasional. Blusukan dianggap penting untuk mengontrol kerja jajarannya.
Jokowi bukan hanya membuat mayoritas warga Jakarta semakin jatuh cinta, tetapi juga warga kota lain. Bahkan, mereka yang mengkritik Jokowi pasti di-bully, terutama di media sosial. Contohnya, tokoh reformasi Amien Rais dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menjadi "korban" serangan publik.
Desakan jadi capres
Perlahan tetapi pasti, popularitas dan elektabilitas Jokowi terus menanjak. Medio 2013, wacana Jokowi menjadi capres mencuat. Ketika ditanya soal pencapresan, ia mengaku tak berpikir. Ditanya pada kesempatan lain, jawabannya selalu sama. "Copras, capres," jawaban yang kerap dilontarkan Jokowi untuk mengelak.
Namun, ketika Pemilu 2014 semakin dekat, meski tidak tersurat, sinyal pencapresan Jokowi semakin kuat. Peneliti Saiful Mujani Research and Counsulting Sirojuddin Abbas mengatakan, banyak sinyal yang menunjukkan Jokowi akan maju di Pilpres 2014. Jokowi kerap dibawa Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ketika berkunjung ke daerah. Sinyal paling anyar saat Jokowi menyelipkan kalimat "titip Jakarta" ketika memberi pengarahan kepada ratusan pejabat eselon III dan IV Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan diajak Megawati mengunjungi makam Soekarno di Blitar, Jawa Timur, Rabu (12/3/2014).
Apakah etis jika Jokowi maju dalam pilpres? “Dalam politik tidak ada yang etis. Orang terkadang pragmatis dalam artian, lihat opportunity yang praktis dan terukur soal itu,” jawab Sirojuddin.
Menurut Sirojuddin, bagi PDI-P, Pemilu 2014 adalah momentum yang paling tepat untuk menjadikan Jokowi senjata pamungkas agar bisa kembali berkuasa. Momentum dan kesempatan yang sama belum tentu terulang pada pesta demokrasi lima tahun mendatang. “Dia (PDI-P) bosan juga jadi oposisi,” katanya.
Lalu, bagaimana dengan janji Jokowi kepada warga Jakarta? Ketua Populi Center Nico Harjanto mengatakan, Jokowi tetap bisa memenuhi janjinya dengan menjadi presiden lantaran banyak kebijakan strategis pemerintah pusat yang langsung berpengaruh pada Ibu Kota.
“Karena bukan provinsi itu saja yang bisa diperbaiki, tapi juga seluruh negara,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.