Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Dikhawatirkan Konflik Kepentingan Menguji Materi UU MK

Kompas.com - 06/02/2014, 16:14 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mahkamah Konstitusi (MK) dikhawatirkan mengalami konflik kepentingan ketika melakukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur lembaganya sendiri.

UU tersebut merupakan bentukan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pascaterungkapnya kasus dugaan suap yang menjerat Ketua MK saat itu, Akil Mochtar.

Awalnya, saat baru diterbitkan, Perppu ini digugat oleh lima kelompok pengacara yang sering berperkara di MK. Mereka menganggap Perppu tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak dikeluarkan dalam keadaan genting dan mendesak.

Namun, setelah disahkan oleh DPR, MK memutuskan tidak dapat menerima gugatan Perppu tersebut karena telah kehilangan objek. Salah satu kelompok pengacara yang dipimpin Muhammad Asrun, akhirnya kembali mengajukan permohonan uji materi terhadap UU tersebut.

Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun, mencurigai adanya kejanggalan dalam proses uji materi UU tersebut. Pasalnya, proses uji materi berlangsung begitu cepat dan bahkan terkesan dilakukan dengan tergesa-gesa.

"Tiba-tiba MK sangat cepat memprosesnya, kemarin tiba-tiba sudah mendengarkan ahli pemohon. Padahal biasanya lama. Kemarin saja, uji materi UU Pilpres Effendi Gazalli sampai setahun, alasannya harus hati-hati dalam mengambil keputusan," ujar Refly dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (6/2/2014) siang.

Selain itu, tahap-tahap penting yang normalnya harus dilalui dalam sebuah uji materi Undang-Undang, menurut Refly, juga tidak dilakukan. Pihak-pihak terkait seperti pemerintah dan civil society tidak diberi kesempatan secara proporsional untuk memberikan keterangannya.

Kekhawatiran Refly tersebut juga didasari oleh substansi yang digugat dalam UU tersebut, yakni mengenai aturan Hakim MK tidak berasal dari partai politik minimal tujuh tahun, sistem rekrutmen Hakim MK yang melalui panel ahli, serta pengawasan MK oleh Majelis Kehormatan yang dipermanenkan.

Jika ketiga substansi tersebut dicabut dari UU oleh MK, Refly menilai MK akan menjadi lembaga yang semakin tidak terawasi. Hakim-hakim MK juga akan dipenuhi dengan orang yang berasal dari partai politik. Akibatnya, MK akan semakin tidak dipercaya oleh publik.

"Belum lagi ini yang mengajukan permohonan, pengacara yang biasa berperkara di MK. Bisa saja kan mereka mencari investasi di MK supaya suatu saat gugatan mereka dikabulkan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com