Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Curiga Vonis Luthfi Hasan Sengaja Bertepatan dengan Hari Antikorupsi

Kompas.com - 09/12/2013, 09:26 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai, ada diskriminasi dalam penanganan kasus dugaan suap impor daging sapi dengan terdakwa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Ketua DPP PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, partainya mencurigai diskriminasi tersebut terjadi dari penetapan jadwal vonis yang terburu-buru dan tuntutan jaksa.

Menurutnya, penentuan waktu vonis Luthfi Hasan relatif cepat dibandingkan perkara lain. Dia mengatakan, rentang waktu antara tuntutan jaksa, penyampaian nota pembelaan (pleidoi) oleh Luthfi Hasan, dengan vonis relatif sangat dekat. Pleidoi Luthfi Hasan disampaikan pada Rabu (4/12/2013) pekan lalu.

"Artinya majelis hakim hanya punya waktu dua hari kerja, yakni Kamis dan Jumat, untuk menyusun vonis. Apa benar pleidoi ini dipertimbangkan secara matang? Atau jangan-jangan sebenarnya majelis hakim sudah memiliki keputusan hanya momentumnya dipaskan tanggal 9 Desember, Hari Antikorupsi Sedunia?" ujar Hidayat, saat dihubungi, Senin (9/12/2013).

KOMPAS/ALIF ICHWAN Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid, meninggalkan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (10/12/2012). Saat bertemu dengan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, Hidayat memberikan Al Quran sebagai bentuk dukungan ke KPK.Tujuan Ketua Fraksi PKS datang ke KPK, juga untuk memberi dukungan moral ke KPK yang masih berkaitan dengan peringatan Hari Anti Korupsi dan mendoakan semua pimpinan KPK semakin berani dan tetap menjadi amanat rakyat.
Hidayat berharap majelis hakim mempertimbangkan fakta hukum seperti uang suap Rp 1,3 miliar yang tidak pernah sampai ke Luthfi. Menurutnya, uang itu hanya sampai pada Ahmad Fathanah dan kemudian Fathanah ditangkap KPK sehingga uang tersebut akhirnya disita KPK.

"Tidak ada satu sen pun Pak LHI terima uang suap itu. Uang suap ini menjadi titik awal masalah yang ada. Kalau benar Fathanah hanya mencatut nama LHI, bangunan hukumnya menjadi lemah," kata anggota Komisi VIII DPR ini.

Selain itu, Hidayat juga mencermati tuntutan jaksa terkait pemberian janji Luthfi Hasan tentang kenaikan kuota impor daging sapi dengan "menjual" pengaruh ke Menteri Pertanian Suswono. Padahal, sebut Hidayat, dalam persidangan sudah terungkap Suswono menolak mentah-mentah proposal yang diajukan para pengusaha impor daging sapi.

"Kalau sejak awal tidak pernah ada kenaikan impor, apakah benar tuntutan untuk janji itu wajar? Apalagi dikaitkan bahwa beliau perdagangan pengaruh. Padahal siapa pun, di Indonesia, tidak ada hukum bagi jual beli pengaruh!" kata dia.

Lebih lanjut, mantan Presiden PKS ini juga merasa Luthfi Hasan telah diperlakukan tidak adil. Berkaca pada vonis yang diterima mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin tuntutan hukuman yang diberikan jaksa kepada Luthfi jauh lebih berat.

"Padahal, kerugian Nazaruddin lebih banyak ratusan kali lipat dari ini. Kenapa ada diskriminasi seperti ini? Kami minta, di hari peringatan Hari Antikorupsi, vonis yang diberikan betul-betul atas kejujuran," kata Hidayat.

Hadapi vonis

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq akan menghadapi sidang vonis kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi, hari ini, Senin (9/12/2013). Sidang vonis yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis dijadwalkan pukul 16.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Kuasa Hukum Luthfi, M Assegaf, mengatakan pihaknya siap mendengar vonis yang akan dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor.

"Ya, duduk manis saja mendengar. Tentu dengan perasaan dag dig dug," kata Assegaf melalui pesan singkat Senin (9/12/2013).

Sebelumnya, Luthfi dituntut hukuman pidana 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan untuk tindak pidana korupsinya. Sementara untuk tindak pidana pencucian uang, jaksa menuntut mantan anggota DPR itu 8 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Jaksa menilai Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama.

Luthfi juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya. Jaksa meminta sejumlah aset Luthfi dirampas untuk negara. Selain itu, jaksa menuntut hak memilih dan dipilih Luthfi sebagai pejabat publik dicabut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com