Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Menuju Data Pemilih Pemilu 2014

Kompas.com - 07/12/2013, 14:06 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Data pemilih adalah salah satu kunci penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Data pemilih adalah kunci legitimasi suatu rezim pemerintahan yang dihasilkan pemilu. Kemenangan Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus dipertanyakan legitimasinya, terutama oleh partai oposisi, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Ada indikasi kecurangan terkait data pemilih pada Pemilu 2009 yang dimenangkan partai itu.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan komitmennya untuk bekerja serius dan transparan dalam memutakhirkan dan mencatat data pemilih. "Tentu kami bisa bekerja lebih baik dari pada (penyelenggara) Pemilu 2009," ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, suatu waktu saat kualitas kerja lembaganya dituding tidak berbeda dengan KPU periode 2007-2012.

KPU berupaya menunjukkan keseriusan dan transparansi itu lewat Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu, daftar pemilih diumumkan melalui situs. Warga yang telah terhubung dengan internet tak lagi perlu mengecek namanya dalam daftar pemilih sementara (DPS), daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) dan daftar pemilih tetap (DPT). Pemilih tinggal mengakses data.kpu.go.id.

Meski menunjukkan perbedaan kualitas kinerja yang signifikan dalam hal teknologi informasi, kerja KPU mencatat data pemilih bukan tanpa catatan dan kritik. KPU pada Rabu (17/7/2013) mengumumkan DPS Pemilu 2014 secara nasional sebanyak sekitar 182 juta orang di 31 provinsi di luar Papua dan Maluku Utara. Sedangkan, data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) milik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan angka sekitar 190 juta.

Saat itu, walau sudah mengumumkan rekapitulasi DPS secara nasional, KPU belum dapat mengumumkan data berdasarkan nama dan alamat pada situsnya. Pasalnya, belum semua panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih). KPU di daerah juga belum menyetorkan nama pemlih ke KPU. Atas kekacauan itu, Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo sudah mulai melayangkan kritiknya.

"Kami ingin cek selisih antara DP4 dengan DPS. Kalau beda jauh, ini patut dicurigai. Kalau pemutakhiran data pemilih ternyata tidak akurat, hal ini bisa menggelembungkan surat suara logistik. Kalau menggelembung sangat besar, ada indikasi kuat hal ini akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu," ujarnya.

Dihujani kritik, KPU terus bekerja. Pada Selasa (20/8/2013), KPU meluncurkan DPSHP yang merupakan koreksi terhadap DPS. Koreksi didapat baik dari laporan masyarakat maupun penelusuran pantarlih. Tapi lagi-lagi KPU menemukan masalah dalam sistem informasi. DPSHP telah ditetapkan, namun baru 165 juta orang yang namanya sudah masuk dalam Sidalih. Dengan demikian, tentu tidak semua warga dapat memastikan pencatatan namanya.

Terkait itu, KPU berkelit, pengecekan tetap dapat dilakukan di kantor kelurahan atau desa. "Sidalih itu cuma sistem yang membantu, memudahkan. Yang utama tetap DPSHP yang ditempel di kelurahan," ujar Ferry.

Baru 96 persen data pemilih yang masuk di Sidalih KPU sebagai DPSHP. Tetapi KPU memutuskan menghentikan pemutakhiran DPSHP.  “(Sebanyak) 96 persen DPSHP yang sudah masuk. Mungkin kami tutup, untuk konsentrasi ke DPT (daftar pemilih tetap),” kata Ferry saat itu.

Saat itu, data pemilih yang sudah masuk dalam sistem informasi baru sekitar 179,6 juta pemilih. Kala itu, data dari Provinsi Papua, Papua Barat, dan Sumatera Selatan belum masuk ke KPU sama sekali. Tidak sinkron jelang penetapan DPT seperti jadwal semula, Rabu (13/9/2013), kekacauan data pemilih terus bermunculan. Sesuai rekomendasi Komisi II DPR, KPU dan Kemendagri telah menyandingkan data pemilih secara bersama.

Minggu (22/9/2013) KPU mengumumkan, hasil penyandingan menunjukkan masih terdapat 65 juta pemilih yang belum sinkron disebabkan nomor induk kependudukan (NIK) pemilih yang tidak valid.

Atas rekomendasi Bawaslu, KPU akhirnya kembali menunda penetapan DPT menjadi Senin (4/11/2013). Penyandingan data terus dilakukan, hingga, Minggu (29/10/2013), data yang tidak sinkron antara dua lembaga itu tersisa 21 juta. Maka, pada Senin (4/11/2013), KPU berkeras menetapkan DPT sebanyak 186.612.255 orang pemilih. Pengesahan itu tetap dilakukan meski masih ada 10,4 juta data pemilih yang bermasalah karena NIK-nya tidak valid.

Atas penetapan itu pn, KPU menuai protes dari partai politik (parpol) peserta pemilu. Bawaslu pun menengahi perdebaran KPU dan parpol. Lembaga itu merekomendasikan KPU menyempurnakan data yang telah ditetapkannya selama 30 hari. Rekomendasi itu dituruti KPU. Rabu (4/12/2013) lalu KPU mengesahkan DPT penyempurnaan sebanyak 186.172.508 orang pemilih. Jumlah itu berkurang sekitar 468.000 dari jumlah DPT sebelumnya.

KPU menyatakan, jumlah DPT masih dapat berubah terus. Di sisi lain, Bawaslu merekomendasikan, pembersihan DPT terus dilakukan hingga dua pekan sebelum pemungutan suara, 9 April 2014. KPU pun berjanji mengunumkan setiap perubahan DPT setiap bulan. Transparansi KPU dalam data pemilih memang mutlak diperlukan. Hal itu tentu untuk menutup satu celah kecurangan.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Chairunnisa menyatakan, selain pemungutan dan penghitunan suara, data pemilih adalah salah satu elemen paling rawan dalam pemilu; rawan dimainkan, rawan dicurangi. Jika tidak ingin kinerja terus dipertanyakan, KPU harus menunjukkan integritasnya dengan serius dan tidak curang dalam data pemilih.

"Kami tidak ada niat curang," ujar Ferry pada Arif Wibowo pada suatu obrolan santai pekan lalu. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com