”(Kenaikannya) bisa 1,5-2 kali lipat biaya politik pemilu sebelumnya,” kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo dalam peluncuran bukunya yang berjudul Mahalnya Demokrasi, Memudarnya Ideologi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/12/2013).
Menurut Pramono, biaya politik yang besar ini terjadi karena pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka dengan dasar suara terbanyak. Persaingan tidak hanya terjadi di antara partai politik, tetapi juga di antara caleg dalam satu parpol.
Dalam penelitian yang dilakukan Pramono untuk disertasi doktoralnya, ongkos politik yang dikeluarkan anggota DPR periode 2009-2014 pada Pemilu 2009 berkisar Rp 300 juta hingga Rp 6 miliar. Makin populer seorang caleg, makin kecil biaya politiknya. Biaya mereka berkisar Rp 300 juta hingga Rp 800 juta.
Tingginya biaya politik, menurut Pramono, akan memunculkan anggota-anggota legislatif yang lebih ”canggih” dari anggota legislatif sebelumnya.
Ketatnya pertarungan antarcaleg membuat anggota DPR yang sebagian besar akan menjadi caleg berupaya menjaga dukungan suara di daerah pemilihan masing-masing. Dalam satu bulan, anggota DPR empat kali ke dapil. Mereka berangkat Kamis dan kembali ke Jakarta Senin.
Menurut Pramono, caleg petahana bisa mengeluarkan dana hingga Rp 100 juta per minggu untuk membiayai kunjungan ke dapil. Selain ongkos transportasi, uang itu digunakan untuk membiayai pertemuan-pertemuan dengan konstituen.
Sementara itu, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies, J Kristiadi, menegaskan, biaya politik tinggi terjadi lantaran masih maraknya praktik politik uang. Menurut dia, kondisi bangsa tidak akan berubah selama uang masih dijadikan faktor penentu pemilihan pejabat publik.
”Hal yang akan terjadi justru pergeseran warga negara menjadi semacam konsumen yang didikte kepentingan korporasi. Karena politik dikuasai oleh orang-orang kaya yang berpolitik hanya untuk memperoleh kekuasaan semata,” tuturnya.
Ruang korupsi
Rapat Kerja Nasional Partai Nasional Demokrat menghasilkan sejumlah rekomendasi dengan mendesak pemerintah mengantisipasi resesi ekonomi, skandal korupsi, dan menjaga terlaksananya pemilihan umum bersih bulan April 2014.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella menyebut adanya ruang korupsi menjelang pemilu dalam bentuk dana bantuan sosial, dana aspirasi, dan dana optimalisasi yang digunakan sebagai fasilitas parpol menjelang pemilu. Ia mendesak KPK dan lembaga penegak hukum bersama-sama menyelidiki manipulasi program-program itu untuk pemenangan pemilu.
Dalam dialog kebangsaan Stabilitas Nasional Jelang 2014 yang diselenggarakan Komando Daerah Militer IV/Diponegoro di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi mengemukakan bahwa budaya korupsi di kalangan pejabat menjadi cermin pola pikir bangsa yang terombang-ambing karena tidak kembali ke tata nilai Pancasila.
”Saya berharap nantinya saat pemilihan umum presiden, masyarakat mampu memilih pemimpin yang bertanggung jawab terhadap tata nilai Pancasila dan bisa menjadi teladan. Selain itu, juga mempunyai nasionalisme,” ujarnya.
Mengenai dukungan NU, Hasyim mengemukakan, hal itu akan jadi pembicaraan setelah pemilu legislatif. (NTA/ONG/GRE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.