JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Senior Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menilai, kericuhan yang terjadi di Gedung Mahkamah Konstitusi (14/11/2013) saat pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Maluku merupakan wujud akumulasi kekecewaan publik terhadap MK.
“Terutama setelah tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar, dan terakhir muncul beberapa dugaan suap juga, ada sembilan sengketa pilkada yang ditangani Akil,” kata Karyono di Jakarta, Sabtu (19/11/2013). Menurut dia, kepercayaan masyarakat terhadap MK sudah menurun pasca-penangkapan Akil oleh KPK.
Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan, kecurigaan masyarakat terhadap MK sudah muncul ketika Arsyad Sanusi mengundurkan diri dari jabatan hakim konstitusi sekitar Februari 2011. Arsyad diputus melanggar kode etik hakim terkait pertemuan antara anggota keluarganya dan pihak beperkara.
“Kecurigaan masyarakat itu sudah muncul saat Arsyad Sanusi, ketika itu dibentuk Dewan Etik, tapi di situ berhenti, tidak membuat Dewan Etik yang permanen,” kata Taufiq.
Sayangnya, menurut Taufiq, ketika itu MK tidak mengambil langkah tegas untuk mengantisipasi kemungkinan merosotnya kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakya Didi Irawadi Syamsuddin mengaku prihatin atas kericuhan tersebut. Menurut Didi, sudah saatnya bagi MK untuk melakukan pembenahan.
“Karena saya berharap ini yang terakhir kali. Pasca-penangkapan Akil, MK sebenarnya sudah terjun bebas dan pemulihan sudah dilakukan dengan membentuk MKH, namun tidak memulihkan kepercayaan masyarakat dalam waktu singkat,” tuturnya.
Pembenahan tersebut, menurutnya, dapat dilakukan dengan mematuhi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang MK yang disusun Pemerintah. Didi menilai isi Perppu tersebut dapat membantu MK untuk memulihkan citranya.
“Perppu yang isinya banyak hal-hal yang berikan manfaat bagi MK dan mempercepat pemulihan citra MK di mata publik. Rekrutmen hakim yang akuntabel, transparan, melibatkan pihak independen yang berintegritas, mekanisme pengawasan yang saya kira ini perlu karena tidak boleh ada institusi dengan kekuasaan yang terlalu luas, lalu tidak bisa diawasi. Kejadian Akil ini jadi instropeksi dan evaluasi besar bagi MK,” tuturnya.
Ricuh saat sidang MK
Seperti diberitakan, amuk massa terjadi saat sidang pengucapan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Maluku tahun 2013 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Seusai Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva membacakan amar putusan pertama untuk perkara Nomor 94/PHPU.D-XI/ 2013, yang didaftarkan pasangan Herman Adrian Koedoeboen-M Daud Sangadji, sekelompok orang yang menyaksikan persidangan dari tribun berteriak-teriak, lalu turun. Mereka menjungkirbalikkan kursi, memecahkan kaca papan pengumuman dan tiga monitor di depan ruang sidang.
Setelah itu, mereka merangsek ke ruang sidang. Mereka merusak beberapa mikrofon dan mencoba menyerang hakim. Hakim pun berlarian menyelamatkan diri.
Kericuhan itu terjadi sekitar pukul 12.00. Setelah sidang diskors sekitar 1,5 jam, sidang pengucapan putusan dilanjutkan kembali dan sidang berjalan lancar. Dari kejadian ini, polisi mengamankan 5 orang yang diduga terlibat. Total ada 25 orang yang terekam CCTV terlibat perusakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.