Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerindra: Ini "Psywar" dan Kami Siap

Kompas.com - 22/10/2013, 12:13 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Edhy Prabowo tak ambil pusing dengan adanya survei yang mengerdilkan sosok Prabowo Subianto sebagai calon presiden di 2014. Menurutnya, semua serangan politik saat ini ibarat sebuah peperangan yang harus dihadapi.

"Ini psywar. Sekarang kan ibaratnya dalam suasana perang, pertarungan, kita harus siap dengan semuanya," kata Edhy, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (22/10/2013).

Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat ini menegaskan, siapa saja berhak untuk menyampaikan tanggapannya terkait elektabilitas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang diusung menjadi capres dari Gerindra. Edhy menegaskan, partainya tidak akan reaktif memberi tanggapan. Gerindra, lanjutnya, lebih memilih fokus bekerja untuk memenangkan pemilihan legislatif.

Kompas.com/SABRINA ASRIL Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto

Edhy mengaku yakin, di tengah banyaknya penilaian yang mengkerdilkan Prabowo, pesona mantan Komandan Jenderal Kopassus itu tetap melekat di benak banyak masyarakat. Pasalnya, majunya Prabowo sebagai capres diklaim murni karena terdorong niat untuk menjawab permasalahan bangsa dan semuanya akan terjawab dari perolehan suara di tahun depan.

"Prabowo muncul bukan karena kepentingan pribadi, tapi terpanggil untuk menjawab permasalahan bangsa. Bagi pihak yang tak suka tentu kita dianggap tidak ada apa-apanya, tapi bagi pihak yang suka pasti ada luar biasanya," ujar Edhy.

Untuk diketahui, hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada September-Oktober 2013 menyatakan bahwa elektabilitas Partai Gerindra masih sangat rendah. Imbasnya, ambisi Gerindra mengusung calon presiden diprediksi akan kandas karena perolehan suara yang rendah.

Peneliti LSI, Adjie Alfaraby mengatakan, elektabilitas Partai Gerindra hanya 6,6 persen. Elektabilitas yang rendah itu tidak mampu diangkat oleh Prabowo yang pada Maret 2013 memiliki elektabilitas sebesar 19,2 persen. Saat itu Prabowo masuk sebagai tiga besar kandidat terkuat calon presiden selain Megawati dan Aburizal Bakrie.

"Prabowo walaupun tinggi elektabilitasnya hanya akan menjadi capres wacana karena masih tergantung pada kebaikan hati, atau dukungan tokoh maupun partai di luar partainya," kata Adjie, Minggu (20/10/2013), di Kantor LSI, Jakarta.

Adjie melanjutkan, pengalaman serupa pernah dialami Prabowo pada pemilu 2009. Di tahun itu, elektabilitas Prabowo melesat jauh di atas elektabilitas partainya. Akhirnya, niat mantan Komandan Jenderal Kopassus bertarung di pilpres sirna setelah hasil perolehan suara Gerindra tak memenuhi syarat minimal 25 persen suara pemilu atau 20 persen jumlah kursi di parlemen.

"(Pada 2009) Prabowo akhirnya tunduk pada real politics dan bergabung dalam poros PDIP menjadi wakil Megawati. Elektabilitas Prabowo belum bisa dikonversikan menjadi elektabilitas partai," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com