Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2013, 08:26 WIB
|
EditorPalupi Annisa Auliani
BENGKULU, KOMPAS.com — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti berpendapat, calon presiden perempuan masih bukan pilihan utama masyarakat Indonesia. Riset mendapatkan kecenderungan itu tak hanya terjadi di wilayah dengan mayoritas penduduk Muslim.

"Masyarakat masih mengidolakan laki-laki sebagai presiden," kata Ikrar dalam sebuah talkshow yang digelar LIPI bekerja sama dengan Pemprov Bengkulu bertema “Pemilu 2014 dan Konsolidasi Demokrasi”, Jumat (27/9/2013). Dia pun mengutip sebuah hasil riset yang mendukung pernyataannya itu.

"Ada satu hasil riset yang menyebutkan hanya 29,9 persen (responden) yang menyebutkan jika pilihan utama calon presiden harus perempuan," kata Ikrar. Bila survei itu benar-benar mewakili kondisi riil, menurut dia, calon presiden perempuan hanya punya peluang lolos di putaran pertama pemilu, tetapi hampir pasti kalah di putaran kedua.

Ikrar pun berpendapat, hambatan utama perempuan untuk maju ke kancah politik elite adalah suami dan keluarga. “Ada satu pengalaman seorang calon legislatif perempuan kalah dalam pemilu lalu gantung diri karena hanya mendapatkan delapan suara. Setelah ditelisik ternyata suami dan keluarganya tidak mendukung. Suami dan keluarga justru melakukan kampanye agar jangan memilih wanita tersebut,” tutur dia.

Dalam kesempatan itu Ikrar pun bertutur pernah dipanggil Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Saat berbincang, ujar dia, Presiden kelima Indonesia itu mengatakan, di partainya ada banyak kader perempuan dengan basis intelektual tinggi, seperti bergelar master dan doktor. Namun, kata Ikrar, menirukan ucapan Megawati, para kader perempuan itu tak dapat melangkah lebih jauh karena terkendala suami.

"Artinya, budaya patriarki secara sadar atau tidak memang masih kental di Indonesia," tegas Ikrar. Dia pun menemukan fenomena tersebut tak hanya terjadi di wilayah berpenduduk mayoritas Muslim seperti Jawa, tetapi juga terjadi di Papua dan Bali.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com