Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Membuktikan Dugaan "Jual Beli" Pengaruh Luthfi Hasan

Kompas.com - 04/09/2013, 12:55 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Membuktikan suatu perbuatan korupsi politik, khususnya perdagangan alias "jual beli" pengaruh, dinilai bukanlah perkara yang mudah. Dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi misalnya, akan menjadi kesulitan tersendiri bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan penerimaan uang Rp 1,3 miliar oleh mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq, sementara uang tersebut belum sampai di tangan Luthfi.

"Apakah misalnya uang yang Rp 40 miliar itu sudah ada bukti diterima pada yang disangkakan, ini sulitnya. Karena memang ada janji, tapi kalau dihukum, orang akan menuntut apakah uangnya sudah diterima, buktinya mana?" kata peneliti Centre for Strategic and International Studies J Kristiadi, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (4/9/2013).

Kristiadi mendatangi Gedung KPK untuk mengikuti diskusi terbatas mengenai korupsi politik. Lebih jauh dia mengungkapkan, tidak mudah melibas korupsi politik karena sulit untuk menangkap orang yang melakukan perdagangan pengaruh.

KONTAN/Fransiskus Simbolon Pengamat Politik Dr. J Kristiadi saat berlangsungnya diskusi Penegakan Hukum dan Strategi Nasional di Bumbu Desa, Jakarta, Minggu (13/03/2011).
"Yang sulit itu adalah perbuatannya, aksi mana yang dianggap tindakannya itu memperdagangkan pengaruh kekuasannya ini," kata Kristiadi.

Perdagangan pengaruh, katanya, sulit ditangkap mata karena bedanya tipis dengan lobi-lobi politik. Kristiadi mengungkapkan, lobi politik dihalalkan hingga tahap tertentu. Ketika sudah ada transaksi dengan pihak ketiga untuk mendapatkan keuntungan yang spesifik, maka lobi politik bisa dianggap sebagai perdagangan pengaruh.

"Sebab di politik, lobi tidak diharamkan. Tapi kalau ada transaksi kepentingan pihak ketiga untuk mendapatkan keuntungan spesifik dari lobi itu," ungkap Kristiadi.

Dia juga mengungkapkan, lobi politik bisa menjadi perkara korupsi ketika otoritas kekuasaan yang diemban sang penyelenggara negara/pejabat digunakan untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan pihak ketiga dan bukan untuk kepentingan umum.

Dalam kasus dugaan korupsi dan kuota impor daging sapi, Luthfi diduga melakukan perdagangan pengaruh terkait kewenangannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus Presiden PKS.

Luthfi diduga mengintervensi pejabat Kementerian Pertanian agar menyetujui permohonan tambahan kuota impor daging sapi yang diajukan PT Indoguna Utama. Direktur PT Indoguna Maria Elizabeth Liman diduga memberikan uang Rp 1,3 miliar kepada Luthfi dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah. Pemberian uang dilakukan karena Luthfi dianggap dapat memengaruhi Kementan yang dipimpin kader PKS, Suswono.

Kini, Luthfi dan Fathanah masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Sejauh ini, fakta persidangan yang terungkap, uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna tersebut memang belum sampai ke tangan Luthfi. Saat Fathanah menerima uang itu, penyidik KPK langsung menangkapnya. Namun, Fathanah sempat melaporkan kepada Luthfi mengenai penerimaan uang itu sebelum dia tertangkap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Jokowi Bagikan 10.300 Sertifikat Tanah Hasil Redistribusi di Banyuwangi

Nasional
TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

TNI AL Latihan Pendaratan Amfibi di Papua Barat, Libatkan 4 Kapal Perang

Nasional
Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Tengah Fokus Urus Pilkada, Cak Imin Bilang Jatim Bakal Ada Kejutan

Nasional
Targetkan Sertifikasi 126 Juta Bidang Tanah, Jokowi: Presiden Baru Tinggal Urus Sisanya, Paling 3-6 Juta

Targetkan Sertifikasi 126 Juta Bidang Tanah, Jokowi: Presiden Baru Tinggal Urus Sisanya, Paling 3-6 Juta

Nasional
BNPT Apresiasi 18 Pengelola Objek Vital Strategis dan Transportasi

BNPT Apresiasi 18 Pengelola Objek Vital Strategis dan Transportasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com