Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati Murdaya Tidak Mengakui Kesalahannya

Kompas.com - 04/02/2013, 14:10 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengusaha Siti Hartati Murdaya divonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara atas kasus suap kepada Bupati Buol Amran Batalipu untuk kepengurusan hak guna usaha di Buol. Hartati hingga kini bersikeras tidak bersalah dan mengaku hanyalah korban kebijakan pemerintah tentang pembatasan perkebunan kelapa sawit.

"Saya adalah korban kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan korban Undang-Undang Tipikor yang tidak tepat, kurang tepat," ujar Hartati seusai pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Senin (4/2/2013).

Hartati menegaskan, uang Rp 3 miliar yang diberikan ke Amran tersebut bukanlah suap kepengurusan hak guna usaha (HGU), melainkan bantuan dana kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pemilkada) Buol 2012. Ia pun mengaku tidak pernah memerintahkan maupun menyetujui pemberian uang kepada Amran melalui pegawai PT Hardaya Inti Plantation, Arim.

"Saya enggak ada rencana, saya tidak setuju, tidak memberikan, tidak memerintahkan, tidak menyetujui pemberian uang sumbangan pilkada," ujarnya.

Menurutnya, uang untuk pilkada tersebut diberikan tanpa sepengetahuannya. Uang tersebut atas permintaan Amran untuk dana pilkada. "Tapi, pabrik kita diduduki, lalu Bupati minta uang ya kita enggak kasih. Kita tolak, cuma enggak berani terang-terangan nolak ya. Pakai istilah 1 kilo, 2 kilo itu hanya sebagai penghalang supaya tidak memberi uang, tapi itu dianggap sebagai menjanjikan," terangnya.

Selaku Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Majelis hakim menyatakan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama.

Pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut merupakan "barter" karena Amran telah menandatangani surat-surat terkait perizinan lahan seperti yang diminta Hartati. Pemberian uang pun direalisasikan dalam dua tahap, yakni pada 18 Juni 2012 senilai Rp 1 miliar melalui anak buah Hartati, Arim dan Yani Anshori, serta pada 26 Juni sebesar Rp 2 miliar melalui Gondo Sudjono dan Yani. Adapun Yani dan Gondo sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu. Majelis Hakim menyatakan hal itu terbukti ketika Hartati bertemu Amran Batalipu di lobi Hotel Grand Hyatt pada 11 Juni 2012. Saat itu, Hartati meminta bantuan demo karyawan dan meminta diberi rekomendasi untuk izin usaha perkebunan dan HGU.

Setelah pertemuan tersebut, tanggal 12 Juni 2012, pegawai HIP, Arim, membuat surat rekomendasi atas perintah Hartati dan tanggalnya dibuat mundur menjadi tanggal 21 Mei 2012. Kemudian, adanya pemberian Rp 1 miliar kepada Amran pada tanggal 18 Juni 2012 jam 01.30 WITA. Disusul pada tanggal 19 Juni 2012, Amran mengeluarkan surat penolakan HGU atas tanah seluas 4.500 hektar untuk PT Sebuku. Selain itu, juga surat ke Gubernur Sulawasi Tengah perihal rekomendasi atas nama PT CCM untuk izin perkebunan lahan 4.500 hektar dan surat ke Menteri Negara Agraria agar keluarkan izin lahan 4.500 hektar atas nama PT CCM.

Hakim memiliki bukti rekaman percakapan telepon Hartati yang mengucapkan terima kasih kepada Amran melalui telepon gengam Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) Totok Lestiyo pada 20 Juni. Ucapan terima kasih tersebut atas barter Rp 1 miliar dengan lahan 4.500 hektar. Saat itu, Hartati kembali meminta 50.000 hektar lahan dan berjanji barter dengan Rp 2 miliar.

"Dari fakta-fakta hukum, terlihat bahwa tanggal 20 Juni malam hari terdakwa dengan handphone Totok, menelepon Amran mengucapkan terima kasih bahwa sudah barter lahan 4.500 hektar dengan 1 kilo yang dimaksud Rp 1 miliar, kemudian meminta 50.000 hektar lagi dengan janji barter 2 miliar dan Amran setuju," ujar hakim Made Hendra.

Pleidoi (nota pembelaan) Hartati pun ditolak seluruhnya oleh majelis hakim. Hakim menilai nota pembelaan tanpa didukung bukti yang cukup.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Vonis Hartati Murdaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

    Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

    Nasional
    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

    Nasional
    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

    Nasional
    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

    Nasional
    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

    Nasional
    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

    Nasional
    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

    Nasional
    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

    Nasional
    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

    Nasional
    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

    Nasional
    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

    Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

    Nasional
    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

    Nasional
    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

    Nasional
    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Nasional
    Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com