Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grasi, Negara "Lunak" terhadap Sindikat

Kompas.com - 13/11/2012, 06:29 WIB
Ferry Santoso

Penulis

KOMPAS.com — Pemberian grasi atau pengampunan berupa pengurangan hukuman oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap terpidana mati kasus narkotika, Meirika Franola alias Ola, menjadi tamparan telak. Mengapa?

Dalam suatu penangkapan terhadap kurir narkotika berinisial NA di Bandung, Jawa Barat, terungkap NA diduga dikendalikan oleh Ola yang belum lama ini mendapat grasi. Grasi juga diberikan kepada terpidana mati perkara narkotika, Deni Setia Maharwa.

Sebelumnya, presiden juga memberikan grasi kepada Schapelle Leigh Corby. Corby, warga negara Australia yang memasukkan narkotika dari Australia, mendapat keringanan hukuman selama lima tahun dari hukuman yang harus dijalani, yaitu selama 20 tahun.

Mahkamah Agung (MA) pun pernah mengubah hukuman mati terhadap terpidana perkara narkotika, Hanky Gunawan dan Hillary Chimezie, warga negara Nigeria, menjadi hukuman 15 tahun penjara.

Berbeda dengan Singapura atau China, Indonesia akan dianggap negara ”lunak” atau ”lembek” dalam memberi sanksi terhadap pelaku kejahatan narkotika.

Padahal, setiap ada penangkapan bandar narkotika dari jaringan internasional, publik diperlihatkan betapa dahsyat serangan narkotika ke pasar Indonesia.

Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Benny Mamoto pernah mengungkapkan, Indonesia menjadi pasar potensial pelaku kejahatan narkotika internasional karena pasar besar, harga bagus, dan sanksi hukum yang masih lemah.

Dari data BNN, jumlah kasus penyalahgunaan narkotika tahun 2011 mencapai 29.526 kasus. Tahun 2010, jumlah kasus penyalahgunaan narkotika sebanyak 26.461 kasus. Jumlah tersangka dalam kasus narkotika tahun 2011 sebanyak 36.392 orang, dan tahun 2010 sebanyak 33.274 tersangka.

Estimasi kerugian biaya ekonomi akibat narkoba tahun 2011 lebih tinggi sekitar 49 persen dibandingkan tahun 2008. Tahun 2011, total kerugian biaya diperkirakan Rp 48,2 triliun, yaitu terdiri atas Rp 44,4 triliun kerugian biaya individual dan Rp 3,8 triliun biaya sosial.

Mengapa pejabat negara, pemerintah, atau bahkan penegak hukum terkesan belum memiliki komitmen yang kuat? Ada berbagai faktor. Salah satunya, godaan yang begitu menggiurkan dari bisnis narkotika, yaitu uang dalam jumlah yang besar. Tidak jarang, aparat BNN menangkap petugas lembaga pemasyarakatan karena terkait dengan perdagangan narkotika di dalam penjara.

Pengusutan proses

Grasi memang merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dapat diganggu gugat. Namun, yang menjadi persoalan, bagaimana proses grasi diajukan sehingga grasi pada akhirnya bisa keluar.

Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menilai presiden telah ”kecolongan” dalam memberikan grasi kepada terpidana mati Ola. ”Saran Saya, Presiden perlu memerintahkan sebuah penyelidikan internal untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam merekomendasikan grasi untuk Ola,” tuturnya.

Pengusutan proses itu juga menjadi penting untuk memastikan apakah ada jaringan Ola yang mampu menembus Kantor Kepresidenan untuk mendapatkan kebijakan grasi. (FER)

Baca juga:
Jaksa Agung Siap Bertanggung Jawab atas Grasi Ola
NU Dorong BNN Tes Urine Staf Istana
SBY: Saya Bertanggung Jawab atas Grasi Ola
Sudi: Grasi Ola "Clear"
4 Kejanggalan Grasi SBY kepada Gembong Narkoba
Todung Dukung Grasi Ola

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Grasi Terpidana Narkoba

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jaksa KPK Bakal Panggil Febri Diansyah dkk Jadi Saksi di Sidang SYL

    Jaksa KPK Bakal Panggil Febri Diansyah dkk Jadi Saksi di Sidang SYL

    Nasional
    Putusan MK PHPU Pilpres 2024: Sebuah Epilog?

    Putusan MK PHPU Pilpres 2024: Sebuah Epilog?

    Nasional
    Perlawanan Ghufron Jelang Sidang Etik, Dewas KPK Kompak Bela Albertina Ho

    Perlawanan Ghufron Jelang Sidang Etik, Dewas KPK Kompak Bela Albertina Ho

    Nasional
    Nasdem dan PKB Merapat ke Prabowo-Gibran, Kekuatan Parlemen Berpotensi 71,89 Persen

    Nasdem dan PKB Merapat ke Prabowo-Gibran, Kekuatan Parlemen Berpotensi 71,89 Persen

    Nasional
    Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

    Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

    Nasional
    BKKBN Masih Verifikasi Situasi 'Stunting' Terkini di Indonesia

    BKKBN Masih Verifikasi Situasi "Stunting" Terkini di Indonesia

    Nasional
    Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

    Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

    Nasional
    Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

    Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

    Nasional
    Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

    Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

    Nasional
    Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

    Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

    Nasional
    Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

    Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

    Nasional
    MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

    MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

    Nasional
    Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

    Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

    Nasional
    Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

    Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

    Nasional
    Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

    Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com