Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serius, Kematian Ibu dan Anak di Indonesia

Kompas.com - 12/11/2012, 08:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kematian ibu dan anak di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Diperkirakan tak kurang dari 9.500 ibu meninggal saat melahirkan serta 157.000 bayi dan 200.000 anak balita meninggal setiap tahun. Seyogianya, penurunan angka kematian dijadikan tolok ukur keberhasilan kinerja kepala daerah.

Pemerintah memang berupaya menurunkan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), dan angka kematian balita (AKBA) lewat berbagai program, tetapi penurunannya lambat. Tanpa perhatian khusus, diperkirakan penurunan AKI tidak bisa mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium. Terkait AKB dan AKBA, secara nasional menunjukkan penurunan signifikan. Namun, di wilayah Indonesia bagian timur, yakni Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, kematian anak justru meningkat.

Di Papua, terutama di daerah pedalaman, kematian ibu melahirkan, bayi, dan anak balita, menjadi ancaman serius. AKI di Papua 362 per 100.000 kelahiran hidup, di atas angka nasional 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Papua pun tertinggi di Indonesia, 41 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada angka nasional 34 per 1.000 kelahiran hidup.

Di Halmahera Utara, Maluku Utara, AKI dan AKB meningkat. Jika tahun 2009 tercatat 5 ibu melahirkan dan 6 bayi meninggal, tahun 2011 ada 10 ibu melahirkan dan 29 bayi meninggal. Yang menurun hanya kematian anak balita. Dari 30 anak balita di tahun 2009 menjadi 11 anak balita tahun 2011.

Di Jawa Timur, meski AKB menurun, ternyata AKI meningkat. Jika tahun 2008 AKI 83,2 per 100.000 kelahiran hidup, di tahun 2011 AKI justru 104,3 per 100.000 kelahiran hidup.

Data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2011 menunjukkan, AKB 9,6 per 1.000 kelahiran hidup, AKBA 8,5 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKI 120 per 100.000 kelahiran hidup.

Di Kabupaten Jayawijaya, AKBA tercatat 43 per 1.000 kelahiran hidup. Pneumonia dan diare menjadi penyebab tertinggi kematian bayi dan anak balita. Dokter Puskesmas Wollo, Filandy Pai, mengatakan, di Distrik Wollo, kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bayi dan anak balita mencapai 20 kasus per bulan.

Selain itu, kecukupan gizi bayi dan anak balita sangat kurang sehingga mereka rentan terserang penyakit. Umumnya orangtua memberi makan anak berupa ubi dan sayur daun ubi tiap hari tanpa dilengkapi lauk yang mengandung protein dan zat gizi lain. Anak-anak, sebagaimana orang dewasa, biasa mengonsumsi air mentah. Hal itu dilakukan Semina Gombo (27), warga Kampung Wollo, pada anaknya yang berumur satu tahun. Hanya itu makanan yang dimilikinya. Ternak babi hanya dipotong untuk pesta. ”Makan erom (ubi) saja. Tidak pakai lauk,” ujarnya.

Letak puskesmas jauh dari kampung warga yang menyebar di perbukitan. Hal ini diakui Kepala Puskesmas Wollo Ebed Gombo. Mereka harus berjalan kaki naik turun bukit dan gunung berkilo-kilometer untuk periksa dan berobat ke puskesmas. Puskesmas Wollo dengan fasilitas minim itu hanya ada dua dokter pegawai tidak tetap daerah, bidan, dan kepala puskesmas.

Kepala Dinas Kesehatan Jayawijaya Agustinus Aronggear mengakui, layanan kesehatan di pedalaman masih sangat terbatas. Dinkes menghadapi persoalan kekurangan tenaga kesehatan. Jumlah bidan hanya 156 orang, padahal dibutuhkan 300 bidan. Bidan yang ada pun lebih banyak bertugas di perkotaan. Apalagi fasilitas untuk tenaga kesehatan di pedalaman tidak memadai, misalnya tidak ada listrik dan perumahan kurang layak.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Papua Yosef Rinta, Papua masih membutuhkan 2.500 bidan dan 427 perawat. Dari 324 puskesmas, dan 724 puskesmas pembantu, di 30 kabupaten/kota hanya 60 persen ada dokter. Itu pun tidak semua dokter ada di tempat tugas.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Halmahera Utara Johana Aipipideli mengatakan, gizi kurang menjadi penyebab kematian ibu, bayi, dan anak balita di Halmahera Utara. Ini disebabkan rendahnya pengetahuan dan masalah keterbatasan ekonomi.

”Ada bayi berusia tiga hari diberi makan pisang, padahal air susu ibu sudah cukup sampai usia enam bulan,” kata Kepala Puskesmas Tobelo Timur Rit Nyonyie.

Oktofina Kurais (25), penduduk Desa Bale, Kecamatan Galela Selatan, Halmahera Utara, mengatakan, penghasilan suaminya sebagai petani kopra hanya Rp 500.000 per bulan. Uang itu tak cukup untuk membeli makanan bergizi bagi empat anak mereka yang berusia lima tahun, empat tahun, dua tahun, dan satu tahun. Sering kali mereka hanya diberi makan ubi saja.

Dari 196 desa di 17 kecamatan di Halmahera Utara, bidan desa baru ada di 135 desa. Itu pun tak sampai 100 bidan yang menetap di desa. Banyak bidan yang habis waktu di puskesmas. Hal itu mendorong warga pergi ke dukun untuk bersalin dan mengobati anak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com