JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Yani menilai pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menabrak proses penegakkan hukum yang tengah berjalan terkait penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulator di Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Yani mengatakan, tidak ada instrumen hukum untuk melimpahkan berkas perkara yang ditangani Kepolisian kepada KPK. Menurut dia, instrumen hukum hanya ada untuk melimpahkan perkara dari KPK ke Kepolisian atau Kejaksaan.
"Itu namanya supervisi. Dari polisi serahkan berkas perkara ke KPK tidak ada insrumen hukumnya. Bagaimana kita mau tegakkan hukum ini?" kata Yani di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/10/2012).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menilai, instrumen yang dipakai untuk menyelesaikan sengketa kewenangan penyidikan itu hanya berdasarkan keputusan bersama antara Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dengan pimpinan KPK.
"Pertanyaannya apakah itu instrumen hukum? Mari kita sambut pidato Presiden yang gagah berani walaupun menabrak pilar-pilar due process of law (penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum)," pungkas Yani.
Seperti diberitakan, Presiden memerintahkan Polri untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator kepada KPK. Keputusan itu diambil setelah Presiden bertemu dengan pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta Kapolri Senin siang.
Kasus simulator yang menyeret perwira tinggi Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan beberapa perwira Polri lain menjadi pemicu konflik antara KPK dan Polri. Sengketa kewenangan penyidikan terjadi ketika KPK dan Polri sama-sama menetapkan tersangka tiga orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.