Presiden membentuk Tim Delapan untuk meneliti kejanggalan kasus tersebut. Mengakhiri kemelut yang menggerakkan rakyat untuk mendukung KPK secara nyata, Presiden ”memerintahkan” kejaksaan menyelesaikan kasus tersebut agar tidak sampai ke pengadilan. Kejaksaan kemudian melakukan deponeering atas kasus itu.
Namun, kita juga ingat. Tidak ada satu pun aparat hukum di bawah kendali Presiden yang dihukum karena mengkriminalisasi pimpinan KPK.
Ancaman sama
Kini KPK menghadapi ancaman yang sama, bahkan bisa lebih genting dibanding kriminalisasi pimpinan KPK yang melahirkan gerakan ”cicak lawan buaya”. Saat ini, kewenangan KPK diancam dipereteli melalui revisi UU KPK.
Saat mereka menangani kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri seperti dalam kasus simulator di Korlantas, KPK tak bisa dengan mulus melaksanakan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Penyidik KPK ditarik secara besar-besaran. Wajar jika kini pun muncul kekhawatiran akan ada kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
Seperti ketika muncul gerakan ”cicak lawan buaya”, rakyat kini tetap di belakang KPK memberi dukungan. Rakyat percaya, KPK memelihara harapan akan terciptanya negeri yang bersih dari korupsi. Wakil-wakil rakyat yang sungguh-sungguh bersuara seperti rakyat sudah mendatangi Gedung KPK mempertanyakan sikap Presiden yang tak kunjung nyata.
Mereka adalah para tokoh agama dan akademisi yang bersama rakyat merawat gerakan ”cicak lawan buaya”. Ingatan rakyat soal hal itu masih segar pastinya. (KHAERUDIN)
Berita terkait upaya pelemahan KPK dan dinamikanya dapat diikuti dalam topik:
Revisi UU KPK
KPK Krisis Penyidik
Dugaan Korupsi Korlantas Polri