JAKARTA, KOMPAS.com -- Rencana Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi "lonceng kematian" DPR sendiri. Soalnya, revisi itu bersemangat melemahkan KPK, sementara kepercayaan masyarakat sedang tinggi terhadap komisi tersebut.
"Kalau DPR tetap mengotot untuk merevisi UU KPK, itu justru akan menjadi 'loceng kematian' bagi DPR," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, Senin (12/3/2012) di Jakarta.
Sebastian Salang menjelaskan, saat ini publik sedang mengapresiasi KPK dan berharap kinerjanya terus ditingkatkan dalam memberantas korupsi. Masyarakat sudah tahu, bahwa ada kepentingan tersembunyi di balik ide revisi, yaitu agenda dari politisi dan partai politik untuk menyelamatkan korupsi politik. Revisi itu bisa diarahkan untuk melemahkan komisi tersebut.
"Revisi UU KPK itu melawan aspirasi publik. Itu akan semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap legislatif," katanya.
Memang DPR punya kewenangan konstitusional untuk merevisi UU. "Tapi, kalau diteruskan, ide ini akan merangsang gerakan perlawanan dari masyarakat," ujarnya.
Sebastian berharap, KPK dan pemerintah menolak rencana revisi. Jika begitu, proses revisi tidak akan bisa dilanjutkan. "Kalau pemerintah tak mau ikut membahas, proses revisi itu tak bisa dilanjutkan. Kita menunggu komitmen pemerintah," tuturnya.
Sebagaimana diberitakan, sebagian anggota DPR mengajukan gagasan untuk merevisi UU KPK. Namun, KPK dan masyarakat antikorupsi merasa, revisi itu belum diperlukan karena UU tersebut masih cukup memadai sebagai landasan hukum bagi kinerja komisi itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.