JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana meminta keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangkap buronan kasus cek pelawat pemilihan Deputi Senior Gubernur BI, Nunun Nurbaeti.
Untuk menangkap Nunun, menurut Hikmahanto, tidak cukup jika KPK hanya mengandalkan Interpol. "Perlu keseriusan KPK untuk kejar Nunun, tidak cukup hanya mengandalkan kepolisian interpol," ujar Hikmahanto kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (25/11/2011).
Sebelumnya, pada Kamis (24/11/2011), Juru bicara KPK, Johan Budi, menyatakan, hingga kini KPK tetap menggantungkan usaha penangkapan buron internasional, Nunun Nurbaeti, kepada polisi internasional yang bekerja sama dengan Polri. KPK, kata Johan, tak memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan buron di negara lain.
Menurut Hikmahanto, selain terus bekerja sama dengan Interpol, seharusnya KPK dapat melakukan langkah lebih, seperti menyewa detektif swasta untuk mengetahui lokasi keberadaan Nunun. Apalagi, kata Hikmahanto, saat ini Indonesia sudah mempunyai perjanjian esktradisi dengan Pemerintah Thailand untuk menangkap buronan tersebut. "Tapi kembali lagi, kalau hanya andalkan interpol kan susahnya polisi Thailand diminta cari orang yang mereka tidak punya kepentingan. Padahal dana yang dikeluarkan akan besar dan berasal dari pajak warga Thailand," katanya.
"Dan kalau kita, kan yang penting sudah ada putusan dari Thailand. Sekarang tinggal cari alamat lalu alamat dikasih ke Polisi Thailand dan Polisi Thailand yang bergerak," imbuhnya.
Ditambahkan Hikmahanto, meskipun cara menyewa detektif ini belum pernah diterapkan di Indonesia, namun untuk mencari buronon seperti Nunun, KPK harus mencoba cara tersebut. "Saya tidak tahu apa anggaran KPK tidak memungkinkan untuk sewa detektif swasta? Kalau kemarin bisa bawa Nazaruddin dengan pesawat saja bisa, apa tidak bisa sewa detektif swasta ya? Jadi, ya harusnya lebih baik berbuat daripada dicurigai publik," kata Hikmahanto.
Sejak 23 Februari 2010, Nunun dikabarkan berada di Singapura untuk berobat karena yang bersangkutan mengaku menderita sakit lupa berat. Istri mantan Wakil Kepala Polri, Adang Daradjatun, itu kemudian dijadikan tersangka pada Februari 2011. Sejak saat itu pula Polri telah mengirimkan red notice kepada 188 negara tempat Interpol berada. Meski demikian, keberadaan Nunun masih menjadi tanda tanya.
Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Fahmi Idris, memberi informasi bahwa Nunun bolak-balik Singapura-Thailand. Kabar terakhir, Nunun sempat berada di Phnom Penh, Kamboja, pada akhir Maret 2011. Polri mengaku belum mendapatkan indikasi keberadaan Nunun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.