Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dissenting Opinion" untuk Chandra dan Haryono

Kompas.com - 05/10/2011, 16:54 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi menyimpulkan, empat unsur pimpinan KPK yang menjadi terperiksa bersih dari pelanggaran baik pelanggaran pidana maupun etika. Keempat unsur pimpinan KPK itu adalah Busyro Muqoddas, M Jasin, Chandra M Hamzah, dan Haryono Umar. Namun, dua di antaranya yakni Chandra dan Haryono tidak bebas murni.

Terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari sejumlah anggota Komite Etik. Kesimpulan Komite Etik tersebut dibacakan dalam jumpa pers yang berlangsung di gedung KPK Jakarta, Rabu (5/10/2011). Hadir dalam jumpa pers tersebut semua anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua, Said Zainal Abidin, Syafii Maarif, Nono Anwar Makarim, Mardjono Reksodiputro, Sjahruddin Rasul, dan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto. Hadir pula Busyro dan Jasin.

"Dua orang dinyatakan bebas murni, dua bebas dengan dissenting opinion," kata Ketua Komite Etik Abdullah Hehamahua.

Menurut Mardjono Reksodiputro, suara Komite Etik bulat menyimpulkan Busyro dan Jasin tidak melakukan pelanggaran.

"Komite Etik beranggapan tidak ditemukannya indikasi pelanggaran pidana maupun pelanggaran kode etik pimpinan oleh terperiksa. Putusan ini telah diambil dengan suara bulat," katanya.

Demikian juga bunyi putusan terhadap Jasin. "Komite Etik beranggapan tidak ditemukan indikasi pelanggaran pidana maupun kode etik oleh Jasin, baik berupa penerimaan uang maupun pertemuan khusus dengan Nazaruddin sebagaimana yang dituduhkan," ujarnya.

Sementara, putusan untuk Chandra dan Hayono, diwarnai perbedaan pendapat anggota Komite Etik. Anggota Komite yang berbeda pendapat menilai adanya pelanggaran etika ringan yang dilakukan Chandra dan Haryono.

"Namun perbedaan itu hanya sebatas pelanggaran ringan yang dilakukan Chandra, pada dasarnya menurut mereka yang punya pndapat berbeda itu, sebagai pimpinan KPK sepatutnya beliau itu lebih berhati-hati," paparnya.

Mardjono tidak menjelaskan siapa saja anggota Komite Etik yang memiliki pendapat berbeda terhadap Chandra dan Haryono. Hanya saja dia menyebutkan, tiga dari tujuh anggota Komite Etik berbeda pendapat soal Haryono.

"Alasan bahwa ada pelanggaran ringan yang dilakukan Haryono Umar mengingat beliau itu sebagai pimpinan KPK sepatutnya lebih memahami dan berhati-hati dalam perilakunya," katanya.

Kesimpulan Komite Etik tersebut diambil setelah selama dua bulan melakukan pemeriksaan terhadap terperiksa dan sejumlah saksi. Abdullah mengatakan, pihaknya telah memeriksa 37 orang yang diantaranya terdiri dari empat pimpinan KPK, 17 saksi dari eksternal KPK, dan 12 saksi internal.

"Metode tanya jawab langsung, menggunakan barang bukti yang ada yang dipunyai KPK. Jika ditentukan bersalah atau tidak bersalah diberikan waktu klarifikasi untuk membela diri, baru diputuskan lagi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

    Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

    Nasional
    PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

    PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

    Nasional
    Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

    Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

    Nasional
    Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

    Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

    Nasional
     Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

    Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

    Nasional
    PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

    PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

    Nasional
    Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

    Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

    Nasional
    Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

    Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

    Nasional
    Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

    Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

    Nasional
     Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

    Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

    Nasional
    PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

    PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

    Nasional
    PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

    PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

    Nasional
    Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

    Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

    Nasional
    Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

    Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

    Nasional
    Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

    Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com