Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulangkan Nazaruddin, Jangan Pakai APBN!

Kompas.com - 12/08/2011, 21:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemulangan mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menggunakan dana APBN sekitar Rp 4 miliar dinilai tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat.

Pasalnya, Nazaruddin yang saat ini dikenal sebagai buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga terlibat suap dalam kasus wisma atlet justru dipulangkan oleh pemerintah dengan mencarter pesawat khusus.

Adapun banyak pahlawan devisa lainnya, seperti halnya tenaga kerja Indonesia (TKI) ataupun tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi ataupun Malaysia yang mendapatkan kekejaman dari majikannya dan terancam hukuman pancung justru tidak dilindungi, apalagi didampingi dan dipulangkan.

Oleh sebab itu, anggota Komisi IX DPR Bidang Kesehatan dan Tenaga Kerja, Rieke Diah Pitaloka, menolak penggunaan dana APBN untuk mencarter pesawat khusus bagi Nazaruddin.

Penggunaan dana APBN senilai Rp 4 miliar mencuat setelah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto memerintahkan dana tersebut segera ditransfer ke Kolombia untuk memulangkan Nazaruddin.

"Nazaruddin bukan TKI. Hingga kini status anggotanya masih DPR. Hari ini saya dengar biaya pemulangannya mencapai Rp 4 miliar. Saya sepakat Nazaruddin harus didampingi agar selamat dan kasus-kasus besar di Republik ini bisa terbongkar. Akan tetapi, saya amat sangat tidak setuju jika biaya pemulangan Nazaruddin diambil dari APBN," tandas Rieke kepada Kompas, Jumat (12/8/2010) malam ini.

Menurut Rieke, Imas Nirwati Binti Kosim Rukmana, TKW asal Bandung, Jawa Barat, yang terkatung-katung di Arab Saudi karena tidak dibayar kontraknya dan terancam hukuman di Arab Saudi, seharusnya diperlakukan adil oleh pemerintah. Dia semestinya didampingi dan dipulangkan seperti halnya Nazaruddin.

"Imas adalah pahlawan devisa, dia bayar asuransi tenaga kerja, tetapi Nazaruddin bukan pahlawan devisa. Dia justru diduga terlibat dalam dugaan suap yang merugikan negara dan menghindari aparat dengan menghambur-hamburkan dana ke sejumlah negara, tetapi secara khusus dipulangkan dengan tanggungan negara. Akan tetapi, bagaimana nasib Imas atau lainnya sekarang ini yang jelas menghasilkan devisa bagi negara," kata Rieke.

Menurut dia, dana untuk memulangkan Nazaruddin tidak boleh dari APBN, tetapi dari hartanya sendiri atau dari mereka yang berada di belakang Nazaruddin atau orang-orang yang ditemuinya dan memberikan izin untuk melarikan diri ke luar negeri.

"Nazaruddin juga sanggup membayar pengacara-pengacara mahal dan andal. Jika kasusnya terus berlanjut sampai sanksi hukum, pasti pengacaranya akan melakukan banding. Bahkan, kemungkinan proses persidangannya akan menjadi ajang rehabilitasi Nazaruddin dan komplotannya," ungkap Rieke lagi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

    Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

    Nasional
    Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

    Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

    Nasional
    Bersama TNI AL, Polisi dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

    Bersama TNI AL, Polisi dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

    Nasional
    Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

    Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

    Nasional
    Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

    Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

    Nasional
    Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

    Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

    Nasional
    Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

    Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

    Nasional
    Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

    Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

    Nasional
    Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

    Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

    Nasional
    Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

    Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

    Nasional
    Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

    Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

    Nasional
    Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

    Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

    Nasional
    Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

    Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

    Nasional
    KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

    KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

    Nasional
    195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

    195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com