Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asmara Nababan dalam Kenangan

Kompas.com - 01/11/2010, 08:29 WIB

Oleh Ignas Kleden KOMPAS.com — Asmara Nababan meninggal dunia pada suatu hari yang seakan menjadi keinginannya sendiri: 28 Oktober 2010, Hari Sumpah Pemuda, setelah lebih dari setahun menderita kanker paru-paru.

Gejala pertama yang sempat diceritakannya adalah ketika dia kembali ke kampung halamannya di Siborong-borong, Tapanuli Utara,  Desember 2008, untuk merayakan Natal di sana. Suatu pagi ketika dia sedang melakukan jogging, tiba-tiba saja dia kena serangan yang membuatnya tak sadarkan diri dan harus ditolong orang dengan membawanya ke rumah sakit.

Kembali ke Jakarta, dia terlihat segar kembali dan menceritakan kejadian di Siborong-borong seakan suatu peristiwa kecil yang tak seberapa pengaruhnya terhadap kesehatan dan kegiatannya.

Ternyata setahun kemudian, pada hari-hari menjelang Natal dan pada hari raya Natal tahun 2009, dia harus dirawat di Rumah Sakit Darmais, Jakarta, dan menjalani operasi besar yang menyebabkan dia kehilangan sepertiga (!) paru-parunya.

Keluar dari rumah sakit, dia bekerja kembali seperti biasa, antara lain mengikuti secara teratur rapat Badan Pengurus Harian di Komunitas Indonesia untuk Demokrasi sebulan sekali, selain kegiatannya di Demos dan keterlibatannya dalam beberapa LSM lainnya. Semenjak operasi itulah dia tidak pulih benar dari sakitnya dan lambat laun wajahnya menjadi agak sembab.

Dengan keadaan serupa itu, kegembiraan hidupnya tak kelihatan berkurang. Hanya lebih sering dia minta waktu untuk mengontrol kesehatannya. Selera makannya stabil meskipun langkahnya berjalan tidak semantap seperti semula kami mengenalnya.

Kehadirannya terasa

Asmara Nababan lahir di Siborong-borong pada 2 September 1946 dan mengembuskan napas terakhir di Guangzhou, China, dalam usia 64 tahun. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah di Medan, dia ke Jakarta, menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hingga lulus, meskipun gelar SH tak pernah terlihat di belakang namanya.

Sejauh mengenalnya, saya berpendapat bahwa dia telah dengan sadar memilih bekerja sebagai tokoh organisasi masyarakat sipil tanpa tergoda untuk masuk suatu partai politik atau mendapat suatu jabatan dalam pemerintahan meskipun perhatian dan pengetahuannya tentang politik nasional dan perkembangan negerinya tak kurang dari politisi mana pun.

Berbagai kegiatan telah dijalankannya sebelum namanya mencuat secara nasional dan internasional ketika dia menjadi Sekretaris Jenderal Komnas HAM untuk periode 1993-1998, yaitu pada puncak transisi politik menuju reformasi, dengan berbagai ketegangan, pertentangan, serta kekerasan politik yang harus dihadapi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com