Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Strategi Politik PKS

Kompas.com - 23/06/2010, 08:16 WIB

Dari sisi politik domestik, PKS ingin agar pangsa suara yang sudah "mentok", yaitu 7,89 persen pada Pemilu Legislatif 2009, bisa dinaikkan dengan berbagai cara. Pertama, merebut suara dari kalangan NU dan Muhammadiyah, dua organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yang selama ini menjadi basis massa bagi PPP, PAN, dan PKB.

Kedua, membuka peluang bagi kalangan non-Muslim untuk menjadi anggota, pengurus, bahkan caleg pusat dan daerah yang mewakili PKS di kantong-kantong suara non-Muslim. Ketiga, membuat struktur pengurusan partai yang gemuk, tak tanggung-tanggung 400 orang, yang diharapkan dapat melebarkan sayap PKS di luar kantong-kantong perkotaan yang selama ini menjadi basis massa PKS.

PKS kini memang telah berubah dari partai dakwah menjadi partai terbuka demi meraih suara lebih banyak pada Pemilu 2014 dan pemilu-pemilu berikutnya. Apa yang dilakukan PKS bukan tanpa risiko politik. Adalah suatu kenyataan bahwa perolehan suara PKS dari segi persentase memang naik dari 7,34 persen pada Pemilu 2004 menjadi 7,89 persen pada Pemilu 2009. Namun, dari jumlah perolehan suara justru menurun sekitar 200.000 dari 8,33 juta suara menjadi 8,21 juta.

Selain itu, daerah yang dulu menjadi kantong suara PKS, seperti Jakarta, telah mengalami penurunan yang amat drastis dari Pemilu 2004 ke Pemilu 2009. Penurunan suara di beberapa kota memang karena tersedot oleh Partai Demokrat yang menokohkan Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, bukan mustahil ini juga disebabkan berkurangnya dukungan PKS dari basis suara mahasiswa dan pendukung tradisionalnya yang merasa "tertipu" akibat berubahnya format politik PKS dari partai eksklusif menjadi partai yang inklusif. Perubahan format politik PKS ini, walau sudah didiseminasikan di kalangan dalam partai, masih sulit untuk dipahami oleh para pendukung tradisionalnya yang menginginkan PKS tetap menjadi partai dakwah.

Apa yang terjadi pada PKS dapat saja mencontoh Partai Islam Semalaya (PAS) di Malaysia yang juga berubah formatnya dari yang tadinya eksklusif menjadi inklusif. Perubahan format ini juga terjadi pada Partai Kristen Demokrat di Jerman yang asas Kristiani hanya menjadi pegangan ideologis semata, tetapi pelebaran sayap ke masyarakat dengan paham lain juga dilakukan.

Namun, PKS bukanlah Partai Kristen Demokrat Jerman yang dapat memisahkan agama dan gereja sejak kebangkitan sekularisme di Eropa pada abad pertengahan. Islam tidak memisahkan agama dan negara meski Islam adalah agama yang merupakan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin), di kalangan pendukung tradisional PKS masih sulit untuk menerima warga negara dengan agama lain bergabung di dalam partai.

Format baru PKS bukan mustahil akan menjadi bulan-bulanan kampanye negatif dari partai-partai berasaskan Islam lainnya, khususnya PPP dan PKB, yang tidak ingin basis massa NU-nya direbut oleh PKS. PAN juga tidak ingin massanya tersedot ke PKS.

Selain itu, sulit bagi PKS untuk tetap mencitrakan diri sebagai partai yang putih bersih jika ternyata Misbakhun terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus LC fiktif dan Nunun Adang Daradjatun terbukti tersangkut suap untuk anggota DPR saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom.

Format baru PKS bukan mustahil justru membawa mudarat dan bukan manfaat bagi PKS. Bukan mustahil PKS akan dijauhi bukan saja oleh para pendukung tradisionalnya, khususnya di kampus-kampus universitas ternama, juga oleh kalangan NU dan Muhammadiyah. Jika ini terjadi, PKS akan gigit jari pada Pemilu 2014.

*Ikrar Nusa Bhakti, Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com