Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gayus: PK Kejagung Mengherankan

Kompas.com - 10/06/2010, 20:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Kejaksaan Agung atas perkara yang dihadapi dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, menimbulkan keheranan anggota Komisi III DPR RI dari PDIP, Gayus Lumbuun.

"Saya ingin katakan tentang Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Praperadilan itu tidak boleh di-PK, ada SEMA yang mengatur. Pengajuan PK ini tidak sesuai dengan aturan hukum," ucap Gayus melalui telepon, Kamis (10/6/2010).

Menurutnya upaya hukum praperadilan SKPP Bibit-Chandra sudah tidak ada lagi. "Artinya ketika sudah ditolak Pengadilan Tinggi, ini tidak bisa lagi kasasi dan tidak bisa PK," imbuhnya.

Politisi yang juga seorang profesor hukum ini pun menilai, pengajuan PK dari Kejaksaan Agung merupakan bentuk penguluran waktu dan menyandera kasus Bibit-Candra, sebab harus menunggu waktu kapan PK itu selesai.

"Ini janggal sekali, kan dalam SKPP ada dua alasan, pertama demi kepentingan umum dan kedua untuk kepentingan sosiologis. Ada dua kepentingan untuk penghentian kasus tersebut," terangnya.

Ditambahkan Gayus, sebelumnya Jaksa Agung sudah menyatakan kasus penyuapan Bibit-Chandra sudah P-21, yang berarti berkas kasusnya sudah lengkap dan siap di;anjutkan ke pengadilan. "Saya berpendapat ini harusnya dihentikan, karena ada missing link, bukan karena sosioligis. Yang namanya Yulianto itu kan belum pernah diungkapkan. Artinya ini tidak layak dimajukan kepada pengadilan," paparnya.

Ia menyarankan seharusnya Jaksa Agung menghentikan kasus Bibit-Chandra demi hukum (deponeering). "Nasib Bibit-Chandra sekarang terkatung-terkatung, artinya tidak boleh aktif di KPK, karena keduanya kembali berstatus sebagai tersangka," katanya lagi.

Menurut Gayus, masalah hukum Bibit-Chandra adalah upaya untuk melemahkan KPK. "PK ini adalah bagian dari pelemahan KPK yang hanya dipimpin dua orang," jelasnya.

Ia lebih setuju untuk men-deponeering-kan kasus Bibit-Chandra. Sebab kalau PK hanya mengulur waktu. "Jaksa Agung bukan pihak yang boleh mengajukan PK. Dalam KUHAP Pasal 263 ayat (1), PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Kecuali bebas atau lepas," katanya.

Bila kembali kebelakang, Jaksa Agung menurut Gayus pernah melanggar sekali aturan ini, saat menangani kasus Muchtar Pakpahan. "PK saat itu sekali-kalinya dipakai lalu dijadikan yurisprudensi. Yang boleh PK itu kan terpidana dan ahli warisnya," terangnya. (Adi Suhendi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

    Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

    Nasional
    Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

    Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

    Nasional
    Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

    Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

    Nasional
    Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

    Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

    Nasional
    Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

    Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

    Nasional
    Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

    Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

    Nasional
    Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

    Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

    Nasional
    Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

    Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

    Nasional
    Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

    Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

    Nasional
    Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

    Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

    Nasional
    Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

    Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

    Nasional
    Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

    Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

    Nasional
    Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

    Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

    Nasional
    Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

    Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

    Nasional
    Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

    Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com