Oleh Syamsuddin Haris *
KOMPAS.com — Di luar dugaan, Andi Mallarangeng tersingkir pada putaran pertama pemilihan ketua umum Partai Demokrat di Padalarang, Bandung, Jawa Barat. Pada putaran kedua, Anas Urbaningrum memenangkan pertarungan melawan Marzuki Alie. Mengapa dan apa tantangan PD di bawah kepemimpinan Anas ke depan?
Terlepas dari soal menang dan kalah, proses pemilihan ketua umum Partai Demokrat (PD) yang berlangsung fair, demokratis, dan relatif terhindar dari politik uang patut diapresiasi.
Kekhawatiran publik akan adanya intervensi ataupun "restu" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Dewan Pembina ternyata tak terjadi. Presiden Yudhoyono justru membiarkan para peserta kongres memilih para calon ketua umum PD atas dasar hati nurani mereka.
Kemenangan Anas Urbaningrum atas Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie tak bisa dipisahkan dari sikap positif, netral, dan tidak berpihak yang ditunjukkan oleh Yudhoyono. Soalnya, sejak awal Andi hampir selalu ditempel secara ketat oleh Eddie Baskoro Yudhoyono dan beberapa menteri dari PD sehingga seolah-olah "restu" sang Ketua Dewan Pembina mengarah kepada sosok doktor Ilmu Politik lulusan Universitas Northern Illionis, Amerika Serikat, tersebut.
Bukan segalanya
Fenomena kekalahan Andi Mallarangeng bisa jadi merupakan pertanda bahwa politik pencitraan yang menjadi modal utama mantan juru bicara Presiden Yudhoyono ini ternyata bukanlah segala-galanya.
Sejak mendeklarasikan diri sebagai calon ketua umum PD pada akhir Maret 2010, kampanye media Andi Mallarangeng mungkin hanya bisa disaingi oleh kampanye para calon presiden pada Pemilu 2009.
Namun, dana miliaran rupiah yang dikeluarkan Mallarangeng bersaudara untuk "menjual" Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia Bersatu II tersebut tidak sepenuhnya berkorelasi positif dengan tingkat dukungan dalam kongres.
Di sisi lain, tak seorang pun meragukan intelektualitas, wawasan, dan visi cerdas Andi Mallarangeng tentang partai masa depan. Pidato politik Andi pada saat deklarasi sarat dengan gagasan brilian mengenai pengelolaan PD sebagai partai modern bagi Indonesia yang pluralistik. Dua kandidat lainnya, Anas dan Marzuki, bisa dikatakan berada di belakang Andi dalam soal orisinalitas dan koherensi gagasan.
Namun, politik bukan sekadar orisinalitas gagasan dan jelas tidak sepenuhnya identik dengan intelektualitas. Politik lebih pada soal kepercayaan serta kemampuan merawat dan mengelola kepercayaan sebagai sumber dukungan.