Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berulang Kali, Boediono Samakan Situasi Krisis 2008 dan 1997

Kompas.com - 22/12/2009, 14:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar tiga jam, mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono memberikan keterangan pada Rapat Pansus Angket Bank Century, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/12/2009).

Puluhan pertanyaan dilayangkan kepada Boediono yang kini menjabat wakil presiden. Mayoritas pertanyaan mengarah pada keputusan dikucurkannya dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Alasan yang berulang kali dilontarkan Boediono, situasi krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 menjadi faktor utama melakukan penyelamatan terhadap bank milik Robert Tantular itu.

Menurut Boediono, sekalipun bank kecil, membiarkan Century kolaps akan menyebabkan dampak sistemik pada sistem perbankan nasional. Kondisi yang dihadapi medio akhir 2008 hingga awal 2009, disebutnya, sama dengan situasi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Ia tak mau mengulang rontoknya perekonomian nasional kala itu.

"Tahun 1997-1998, ada 16 bank kecil yang kolaps, tapi bisa melumpuhkan sistem perbankan nasional. Padahal, total asetnya hanya dua persen dari total aset perbankan nasional. Jadi, pada tahun 1998, situasinya sama seperti sekarang. Bukan hanya menyelamatkan satu bank, tapi untuk menghindari situasi krisis," ujar Boediono.

Status sebagai bank besar atau kecil, menurutnya, bukan pangkal tak dikucurkannya dana talangan. Situasi "eksklusif" dinilai bisa menimbulkan kepanikan masyarakat jika satu bank dibiarkan bangkrut. Keputusan mengubah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 juga dikatakan sebagai salah satu langkah responsif menghadapi situasi krisis yang dinamis.

Peraturan BI tersebut mengatur tentang syarat posisi capital adequacy ratio (CAR) atau syarat kecukupan modal sebesar delapan persen sebagai salah satu ketentuan mendapatkan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP). Aturan ini diubah dengan melonggarkan syarat kecukupan modal menjadi positif. Jika mengacu pada ketentuan awal, Century tak memenuhi syarat mendapatkan dana penyelamatan dari Bank Indonesia.

Dibantah

Alasan menyamakan situasi krisis 2008 dan 1997 yang berulang kali diutarakan Boediono dibantah anggota Pansus asal Fraksi PAN, Tjatur Sapto Edy. Menurut Tjatur, situasi kedua periode krisis itu jauh berbeda.

"Saya tidak sepakat dengan penyamaan krisis tahun 2008 dan 1997 yang Bapak sampaikan. Tahun 1997 itu ada dua krisis, krisis ekonomi dan politik. Di tahun 2008, situasi politik kita cukup baik, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan," kata Tjatur.

Krisis tahun 2008, lanjutnya, terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Berbeda dengan krisis tahun 1997 yang melumpuhkan perekonomian negara berkembang.

"Pasar uang antar bank tahun 2008 hanya 10-12 persen, tahun 1997 mencapai 75-300 persen. Krisis likuiditas jauh. Mata uang tahun 97-98 juga jauh, satu dollar bisa sampai Rp 17.000," kata dia.

Oleh karena itu, alasan krisis dinilai tidak bisa dijadikan dasar pengambilan tindakan penyelamatan. "Kalau krisis '97 jadi patokan, sangat beda situasinya. Institusi Century dan personalnya punya moral hazard melanggar aturan. Maka, sangat wajar kalau banyak pihak menengarai langkah yang dilakukan hanya untuk menyelamatkan satu bank saja," lanjut Tjatur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com