Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Harus Transparan "Ngotot" Libatkan Militer

Kompas.com - 21/08/2009, 19:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta transparan kepada masyarakat soal seberapa serius ancaman terorisme yang ada di Indonesia sekarang ketimbang sekadar menunjukkan sikap bersikeras ingin melibatkan militer (TNI) secara aktif dalam menangani dan memberantas terorisme.

Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramowardhani, Jumat (21/8), dengan penjelasan seperti itu, masyarakat setidaknya bisa paham dan mampu menyiapkan diri menghadapi kondisi dan gradasi keadaan bahaya sebenarnya, yang riil terjadi sekarang terkait ancaman terorisme tadi. Selain itu, Jaleswari juga membenarkan, pelibatan militer dalam isu tersebut memang dikenal dan juga dilakukan di negara lain, bahkan oleh Amerika Serikat (AS).

Walau begitu, kebijakan macam itu harus dilakukan dengan hati-hati dan terkontrol sehingga bisa dipertanggungjawabkan. "Yang namanya melibatkan militer kan harus dilihat dan didasari derajat atau gradasi kegentingan tertentu. Pastinya kejelasan soal itu diperoleh dari intelijen. Nah, bayangan saya, kalau sampai Presiden berkeras seperti sekarang, pasti ada alasan dan latar belakangnya," ujar Jaleswari.

Jangan-jangan, tambah Jaleswari, Presiden Yudhoyono mengotot karena kondisi ancaman terorisme di Indonesia memang sudah teramat genting sehingga sampai membutuhkan militer untuk turun tangan. Dalam kondisi seperti itu, menurutnya, sah-sah saja kemudian jika presiden bersikeras. Namun, tetap, kebijakan tersebut harus diambil dan diterapkan secara transparan.

Dengan begitu, masyarakat, tambah Jaleswari, bisa bersiap-siap menghadapi kondisi terburuk sekalipun. Tidak hanya itu, transparansi diperlukan agar pelibatan peran TNI, yang tetap harus didasari keputusan politik, juga bisa dilakukan secara terukur. Dengan begitu, tidak perlu terjadi semacam pengekalan gelar kekuatan TNI hingga batas waktu yang tidak ditentukan, yang justru menjadi kekhawatiran masyarakat. "Kalau sampai begitu, bukan tidak mungkin yang namanya gelar kekuatan pasukan TNI dengan mengatasnamakan penanganan terorisme malah akan kembali memunculkan persoalan lama ketika kekuatan militer di masa lalu muncul dan mendominasi hingga ke pelosok-pelosok daerah, yang pada ujungnya mempersempit dan membatasi ruang serta peran publik seperti di masa lalu," ujar Jaleswari.

Lebih lanjut ketidakjelasan alasan soal mengapa militer diterjunkan untuk menangani terorisme dapat memunculkan kecurigaan masyarakat kalau yang terjadi sebenarnya adalah saling berebut peran dan kekuasaan antara aparat keamanan (polisi) dan pertahanan (TNI). Tambah lagi, TNI memang memiliki kemampuan intelijen, tempur, dan penjinakan bahan peledak. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk memburu para teroris dan mengantisipasi serangan mereka. Tidak cuma itu, keterlibatan militer juga dijamin melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, terutama terkait aturan tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Kelebihan lain, TNI diakui pula jauh lebih berpengalaman dan punya keterampilan serta mumpuni dibanding polisi sehingga langkah yang diambil bisa jauh lebih cepat dan efisien. Malah tambah Jaleswari, jangan-jangan jika diterjunkan ke Temanggung, Jawa Tengah, kemarin, TNI hanya membutuhkan waktu dua jam untuk menangkap Ibrohim, salah seorang teroris yang penata bunga di Hotel JW Marriott, hidup-hidup. "Jadi, tidak perlu sampai belasan jam seperti operasi yang dilakukan Densus 88 Anti-Teror kemarin itu, apalagi sampai dihujani tembakan. Namun kekurangannya, cara penanganan oleh militer pasti menggunakan kekerasan yang bukan tidak mungkin akan merugikan masyarakat terutama jika diberlakukan dalam jangka panjang," ujar Jaleswari.

Jaleswari lebih lanjut menepis kemungkinan kemengototan Presiden Yudhoyono melibatkan militer dalam penanganan terorisme disebabkan oleh semakin kencangnya desakan dari militer agar mereka dilibatkan. Posisi Presiden Yudhoyono menurutnya sangat kuat dalam periode pemerintahan keduanya saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com