Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soetandyo Wignyosoebroto: Orang Lupa Memperbaiki Hal-hal Kecil

Kompas.com - 27/06/2008, 02:36 WIB

Berikut wawancara lengkap Soetandyo Wignyosoebroto:

Bagaimana Anda melihat kemauan dan kemampuan beradaptasi masyarakat Indonesia?

Saya lihat anak mudanya sangat adaptif. Tapi orangtuanya yang justru minta diseragamkan. Kalau menyimpang sedikit dianggap sesat, tidak nasionalis. Padahal nasionalisme sekarang sudah berganti pada humanisme, globalisme. Sekarang, kekuasaan nasional memang harus menghadapi pada situasi yang berbeda. Sekarang, semua pihak dan sektor menginginkan pembebasan. Transportasi memungkinkan Anda untuk tidak selalu berada di rumah. Komunikasi juga memungkinkan Anda untuk tidak tunduk pada ajaran tertentu, informasi kian lama kian murah.

Kalau demikian, tidak mudah bagi kita, terlebih menghadapi kondisi yang terus mengglobal, seberapa siapkah kita?

Pemimpinnya harus melihat kenyataan-kenyataan yang ada. Dia tidak lagi bisa menguasai warga sepenuhnya, kecuali atas dasar komitmen-komitmen, jadi harus ada giving and taking, tidak bisa hanya sepihak. Saya tidak tahu mampu atau tidak (masuk ke dunia global). Tapi sekarang itu, kemampuan mengorganisasi itu, manageable atau tidaknya organisasi dan kehidupan berbangsa tergantung pada kemampuan pemerintah pusat dan skala yang ingin dikendalikan.

Mungkin “kesalahan” Indonesia itu, wilayahnya terlalu besar. Sejak awal semua dikontrol secara sentral dengan keyakinan kebangsaan yang kukuh. Bandingkan dengan Singapura yang begitu kecil, tapi manageable. Negara-negara besar selalu di-manage secara federasi, India besar secara federasi.

Mungkin juga kebangsaan yang ditumbuhkan lebih dulu dan penyadaran terhadap kebangsaan. Saya berpikir, bangsa itu ada dua jenis, bangsa tua dan bangsa baru. Bangsa tua itu bangsa-bangsa yang sudah ada secara sejarah tapi tidak ada secara kesadaran bahwa mereka sebangsa. Seperti Perancis, berabad-abad satu bangsa dengan bahasa yang sama, tradisinya sama, tapi mereka tidak pernah sadar bahwa mereka berbangsa yang sama dan membangun negara-bangsa. Ini baru kemudian dilakukan Perancis.

Jadi, bangsa tua adalah bangsa yang sudah ada secara fenomena sejarah, tapi kemudian sebagai fenomena politik. Belanda juga seperti itu. Mereka tunduk pada banyak raja, baru membangun yang namanya kerajaan Belanda abad ke-19, sebelumnya hanya kota-kota dagang yang salah satunya dikuasai oleh Spanyol. Kalau Indonesia merupakan bangsa baru. Nasionalisme itu muncul dulu baru kemudian berikrar membentuk itu. Jadi landasan kulturalnya goyah dan agak belum mantap, terlalu besar, terlalu ambisius.

Sekarang ini, apakah Indonesia telah terbangun kulturalnya?

Satu-satunya kultur yang menjadi ciri yang satu kan bahasa. Itu pun bahasa birokrat, karena yang membangun Belanda, untuk kepentingan birokrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INA Digital Bakal Akomodasi Program Makan Siang Gratis Prabowo

INA Digital Bakal Akomodasi Program Makan Siang Gratis Prabowo

Nasional
PAN Tak Gentar jika PDI-P Usung Ahok di Pilgub Sumut

PAN Tak Gentar jika PDI-P Usung Ahok di Pilgub Sumut

Nasional
PN Jaksel Kabulkan Pencabutan Gugatan Praperadilan Sekjen DPR

PN Jaksel Kabulkan Pencabutan Gugatan Praperadilan Sekjen DPR

Nasional
Jadi Saksi TPPU SYL, Bos Maktour: Saya Pelayan Allah, Wajib Layani Siapa Pun yang Datang

Jadi Saksi TPPU SYL, Bos Maktour: Saya Pelayan Allah, Wajib Layani Siapa Pun yang Datang

Nasional
Jokowi Panggil Nadiem Makarim ke Istana, Bahas UKT Mahal

Jokowi Panggil Nadiem Makarim ke Istana, Bahas UKT Mahal

Nasional
INA Digital Mulai Operasi September 2024, Prioritaskan 9 Layanan

INA Digital Mulai Operasi September 2024, Prioritaskan 9 Layanan

Nasional
Jampidsus Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi Lelang Barang Rampasan Negara

Jampidsus Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi Lelang Barang Rampasan Negara

Nasional
Sindir Kementerian yang Punya 5.000 Aplikasi, Jokowi: Ruwet, Perlu Kita Setop

Sindir Kementerian yang Punya 5.000 Aplikasi, Jokowi: Ruwet, Perlu Kita Setop

Nasional
Entaskan Defisit Protein Hewani Daerah Pelosok, Dompet Dhuafa Kenalkan Program Tebar Hewan Kurban di Kurbanaval Goes To Hypermart

Entaskan Defisit Protein Hewani Daerah Pelosok, Dompet Dhuafa Kenalkan Program Tebar Hewan Kurban di Kurbanaval Goes To Hypermart

Nasional
Tanggapi Keluhan Ikang Fawzi soal Layanan, Dirut BPJS: Jangan Digeneralisir, Saat Itu Lagi Perbaikan

Tanggapi Keluhan Ikang Fawzi soal Layanan, Dirut BPJS: Jangan Digeneralisir, Saat Itu Lagi Perbaikan

Nasional
Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: Jaksa KPK Bisa Ajukan Lagi

Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: Jaksa KPK Bisa Ajukan Lagi

Nasional
Ada 27.000 Aplikasi Milik Pemerintah, Jokowi: Tidak Terintegrasi dan Tumpang Tindih

Ada 27.000 Aplikasi Milik Pemerintah, Jokowi: Tidak Terintegrasi dan Tumpang Tindih

Nasional
Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: KPK Tak Dapat Delegasi dari Jaksa Agung

Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: KPK Tak Dapat Delegasi dari Jaksa Agung

Nasional
Jajak Pendapat Litbang 'Kompas', Hanya 18 Persen Responden yang Tahu UU MK Sedang Direvisi

Jajak Pendapat Litbang "Kompas", Hanya 18 Persen Responden yang Tahu UU MK Sedang Direvisi

Nasional
Caleg PKS Aceh Tamiang Berstatus Buron Kasus Narkoba, Sempat Kabur 3 Minggu

Caleg PKS Aceh Tamiang Berstatus Buron Kasus Narkoba, Sempat Kabur 3 Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com