JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencecar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menyiapkan jawaban yang lebih komprehensif terkait permasalahan-permasalahan dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI.
Hal ini diminta Enny usai sejumlah saksi dan ahli mengungkap terdapat beberapa masalah Sirekap dalam sidang sengketa Pilpres 2024.
Enny menilai, penjelasan komprehensif diperlukan, alih-alih KPU RI hanya mengeklaim sistem informasi ini hanyalah alat bantu dan tidak dipakai sebagai dasar yang sah penghitungan suara secara resmi pada Pemilu 2024.
"Ini juga tambahan kepada KPU karena KPU di dalam jawabannya memang sangat minim sekali hanya menjelaskan alat bantu," kata Enny dalam sidang sengketa Pilpres, Selasa sore.
Enny mengungkapkan, penjelasan komprehensif diperlukan agar Mahkamah bisa mengetahui apakah perbaikan yang diminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah dilakukan oleh KPU.
Sebab melihat keterangan Badan Pengawas tersebut, Bawaslu mengakui ada kesalahan pada data Sirekap kemudian meminta KPU melakukan perbaikan dengan sigap.
"Tolong diungkapkan sedemikian rupa komprehensif apa sesungguhnya alat bantu Sirekap ini sehingga kemudian kita bisa tahu perbaikan yang diminta Bawaslu dilakukan oleh KPU," ucap Enny.
Di sisi lain, Enny juga meminta Bawaslu selaku pemberi keterangan membeberkan secara mendetail soal temuan Bawaslu sebelumnya terkait masalah akses Sirekap.
Begitu pula meminta Bawaslu menerangkan terkait Pengawas Pemilu hingga saksi di 11.233 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak bisa mengakses Sirekap, termasuk bagian dari kesalahan sistem informasi tersebut atau sebaliknya.
"Apakah itu termasuk bagian dari kesalahan di situ? Atau yang dimaksud tidak dapat diakses itu seperti apa? Tolong nanti pada waktu Bawaslu bisa dijelaskan lebih tuntas," jelas Enny.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah saksi dan ahli mempermasalahkan Sirekap.
Salah satu saksi yang dihadirkan kubu paslon nomor urut 3, Ganjar-Mahfud mengeklaim berdasarkan hasil pemeriksaannya, terdapat selisih jutaan suara dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI.
"Saya lihat ada perubahan sebanyak 443.453 kali terhadap data yang pernah diinput," kata pria bernama Hairul Anas itu di hadapan majelis hakim.
Ia mengeklaim, perubahan berulang kali itu terjadi terhadap data perolehan suara sekitar 244.533 TPS.
Menurutnya, pemeriksaan itu ia lakukan dengan melakukan penjumlahan perolehan suara setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden di dalam kolom Sirekap, dengan data formulir model C.Hasil TPS.
Sejumlah anomali data yang ia temukan juga berkaitan dengan jumlah pemilih yang lebih banyak daripada total surat suara yang dialokasikan di satu TPS.
"Kalau itu saya bandingkan itu ada selisih 23.423.395 (suara). Kemudian saya juga melakukan pengecekan check sum (penjumlahan) pengguna total (surat suara) dibanding dengan suara total, itu ada selisih di hampir 33.000 TPS," tambah Hairul.
Berdasarkan data-data yang menurutnya janggal di dalam Sirekap itu, Hairul menilai bahwa terdapat dugaan bahwa jumlah perolehan suara yang diinput ke dalam sistem informasi itu sudah terpola sebelumnya.
"Ada potensi (data perolehan suara) yang sudah dipercaya (sebanyak) 43 juta (suara)," ucap dia.
Ia juga mempersoalkan adanya 324.000 lebih foto formulir model C.Hasil.TPS yang, berdasarkan pengamatannya, baru diunggah ke Sirekap lebih dari sehari setelah pencoblosan dan penghitungan suara dilakukan pada 14-15 Februari 2024.
Dari penilaiannya terhadap temuan-temuan itu, Hairul menganggap, ada jutaan suara yang dianggap tidak dapat dipercaya.
"Bisa dilihat ada perbedaan surat suara sah yang fatal, 23 juta lebih, sehingga saya bisa mengatakan ada kemungkinan suara yang tidak dapat dipercaya itu ada sekitar 23-38 juta dari halaman ini aja," ujar Hairul.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/02/18431441/hakim-mk-cecar-kpu-ungkap-masalah-sirekap-jawabannya-minim-hanya-jelaskan