Salin Artikel

Catatan Evaluatif Debat Perdana Cawapres 2024

Dengan debat, pemilih dapat memahami pandangan dan komitmen setiap kandidat, sehingga memungkinkan mereka membuat keputusan yang lebih informan saat memilih pemimpin negara.

Debat sejatinya adalah pertunjukan, sejumlah elemen turut memengaruhi. Seperti persiapan di belakang panggung, teknik berdebat, mengunci lawan dengan mencari titik lemah, termasuk pertanyaan menjebak menjadi bagian dari strategi untuk tampil menonjol.

Namun, setiap yang menyimak punya pandangan atau penilaian terhadap satu debat, termasuk debat cawapres yang dilakukan semalam, Jumat, 22 Desember 2023.

Meski begitu, ada sejumlah catatan penulis, yang bisa saja subjektif, dan didebatkan.

Pertama, soal format debat cawapres. Kritik publik rupanya telah berhasil membuat KPU yang sebelumnya akan mengadakan debat cawapres dengan format didampingi capres menjadi berubah, sehingga dikembalikan pada format debat cawapres tahun 2019, hanya para cawapres di atas stage.

Sebelumnya publik protes dengan adanya sejumlah preseden buruk yang memberikan kesan kurang independennya KPU, mengubah format debat dengan memasangkan capres dan cawapres dalam sesi debat cawapres akan mengonfirmasi penilaian miring itu.

KPU akhirnya mendengar aspirasi yang mengemuka, dan seperti kita saksikan, debat cawapres tampil seperti format debat capres. Masing-masing cawapres tampil atas stage tanpa didampingi para capres.

Kedua, semua cawapres tampil baik, terutama Gibran yang tampil tidak mengecewakan. Bisa jadi ini karena ada persiapan yang matang, didampingi sejumlah mentor komunikasi dan public speaking.

Namun ada beberapa catatan. Antara lain, sekalipun pada sesi pertama Gibran tampil mulus atau lancar, dengan menggunakan sejumlah diksi atau istilah baru khas Milenial dan Gen Z, namun pada titik itu, justru memperlihatkan sejumlah kelemahan.

Gibran terlihat kurang otentik, seperti menghafal skrip dalam pertunjukan teater. Hal ini terkonfirmasi dalam sejumlah penjelasan Gibran pada sesi-sesi selanjutnya, tidak lagi mengeksplorasi padangan atau statement yang dikemukakan pada sesi pertama.

Pada sesi tanya jawab, yang sudah di luar atau tidak linier dengan ‘skrip’ di sesi awal, Gibran terlihat kurang begitu memahami sejumlah istilah dan pertanyaan yang diajukan lawan debat maupun panelis.

Seperti soal rasio pajak, tips membangun Solo hingga mendapat alokasi anggaran yang besar, bagaimana terkait infrastruktur sosial, apa itu hilirisasi digital, hingga bagaimana terkait penganggaran IKN, serta pembiayaan makan siang dan susu gratis.

Gibran juga terlihat memberikan pertanyaan ‘jebakan Batman’ kepada Muhaimin Iskandar, dengan bertanya menggunakan akronim yang relatif baru (SGIE=State of Global Islamic Economy) tanpa menyampaikan atau menjelaskan kepanjangannya.

Gibran kemudian meminta maaf kalau telah mengajukan pertanyaan yang sulit kepada Muhaimin. Namun itu lebih terkesan memojokkan lawan debat.

Seperti pula dengan Mahfud MD, Gibran juga mengajukan pertanyaan soal pembuatan peraturan, hanya saja itu dilekatkan pada istilah baru yang bisa jadi masih kurang dipahami oleh Mahfud MD.

Lagi-lagi menjadi semacam pertanyaan menjebak untuk menghadirkan respons ‘kebingungan’ dari lawan debat. Sepertinya ini bagian dari satu skenario.

Pada titik ini, sebagai strategi debat, bisa saja unggul, tapi apakah dengan itu berhasil memenangkan hati pemilih terutama dari undecided voters?

Nanti dulu, karena ada elemen lain yang jadi titik penilaian, misalnya soal orisinalitas gagasan, gestur dan kebijaksanaan, agresivitas dan lainnya.

Pada penutup debat, sama seperti sesi pembuka, Gibran juga tampil baik, dengan penyampaian yang terukur sesuai dengan durasi waktu yang diberikan.

Ketiga, untuk Mahfud MD. Sebagai pakar hukum, Prof Mahfud cukup lihai dalam mencari dan memberikan korelasi antara konteks penegakan hukum dengan tema yang didiskusikan.

Sebenarnya relevan saja, cuma terkesan hendak ‘lari’ dari bahasan utama, yakni soal ekonomi, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN-APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Prof Mahfud juga memberikan pertanyaan menohok kepada Gibran, terutama soal IKN yang bernada kritik terhadap pemerintah, sementara Prof Mahfud sendiri adalah Menko Polhukam dalam kabinet saat ini.

Begitu pula pada pilihan kostum yang terlihat kurang begitu nyaman. Menyebabkan Prof Mahfud harus berganti kostum pada interval berjalannya debat.

Memang ada kesan ingin membangun impresi lewat pakaian khas daerah, sebagai satu pesan simbolik. Hanya saja ini adalah debat cawapres, selain hal-hal yang sifatnya simbolik, kenyamanan dalam debat juga menjadi penting untuk dijaga dan diperhitungkan.

Termasuk soal bagaimana pakaian yang dikenakan itu bila dilihat di televisi. Kesan official atau ‘kewibawaan’ juga penting untuk dipertimbangkan dengan matang. Ini juga soal konsistensi atau ada kontinuitas.

Misalnya Muhaimin dan Gibran tampil dengan kostum atau dresscode yang sama dengan capres-nya masing-masing pada saat debat perdana.

Prof Mahfud juga menutup debat dengan membaca narasi yang sudah dipersiapkan. Ini justru menjadikan penampilannya kurang begitu kuat dan berkesan.

Keempat, untuk Muhaimin Iskandar. Di sesi pertama Muhaimin masih kurang lugas dalam membuka penjelasan.

Soal dia harusnya tampil di debat perdana sebagai capres, namun justru malam itu berdiri sebagai cawapres yang tidak diurai dengan baik.

Selain konten itu tidak penting dan mengambil durasi waktu, terlihat Muhaimin kurang mempersiapkan diri khususnya dalam kaitannya memberikan ‘first impression’ pada sesi pertama, seperti yang ditunjukan oleh Capres-nya Anies Baswedan.

Muhaimin juga kurang tuntas menjelaskan soal 40 kota baru yang menjadi bagian dari proyeksinya jika terpilih. Apakah itu adalah benar-benar kota baru, ataukah dari kota yang sudah ada, kemudian di-upgrade menjadi kota besar mendekati atau sama dengan Jakarta.

Soalnya, Muhaimin sebelumnya bicara soal prioritas, dan memberikan sinyalemen bahwa kelanjutan IKN belum begitu penting dalam konteks agenda prioritas. Namun pada sisi lain menyampaikan ide soal mengadakan kota baru, menjadi logika yang paradoks.

Namun Muhaimin boleh dikata tampil cukup tenang, jenaka dan memperkuat gimmick ‘slepet’, memadukan antara sarung yang dibawa dengan argumen yang dijelaskan. Cak Imin juga terlihat ‘santuy’, tidak agresif atau mengesankan mau memojokkan lawan debat.

Kelima, untuk moderator debat. Moderator mestinya tidak harus kaku, sehingga hal kecil seperti Muhaimin yang mau minta penjelasan Gibran soal akronim ‘baru’ yang digunakan sebagai diksi dalam bertanya, mestinya dibiarkan saja, karena itu soal teknis bukan substansi. Sehingga waktu tak terbuang percuma.

Lebih dari itu, debat berjalan baik, dan masing-masing kita yang menyaksikan, sudah punya penilaian sendiri. Catatan ini hanya menjadi semacam resume, dan juga untuk bahan evaluasi, sehingga pada tiga sisa debat pilpres selanjutnya bisa berlangsung lebih baik.

Bagaimana pun debat yang diadakan KPU punya banyak keterbatasan, soal durasi waktu, keterlibatan audiens dalam mengajukan pertanyaan dan lainnya.

Maka kedapan para capres dan cawapres harus mau atau bersedia menghadiri undangan forum debat dan diskusi, terutama yang diinisiasi atau diadakan oleh organisasi masyarakat sipil, sehingga yang otentik dan kosmetik dapat terlihat, dinilai perbedaannya.

Kehadiran capres dan cawapres dalam debat memungkinkan pemilih memahami secara mendalam gaya kepemimpinan, dan solusi terhadap isu-isu kunci.

Termasuk bagaimana menguji kematangan dan kemampuan calon dalam merespons pertanyaan serta tantangan yang mungkin dihadapi bila mempinan.

Ini menjadi sarana evaluasi bagi pemilih untuk menilai kredibilitas dan kualitas kepemimpinan dari para calon.

Secara keseluruhan, kehadiran kandidat dalam debat memainkan peran kunci dalam proses demokrasi, memberikan pemilih informasi yang lebih baik dan tentu saja memperkuat integritas pemilihan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/23/07311121/catatan-evaluatif-debat-perdana-cawapres-2024

Terkini Lainnya

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke