JAKARTA, KOMPAS.com - Firli Bahuri disebut masih memimpin ekspose penetapan tersangka dalam kasus korupsi proyek jalur kereta Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Kamis (23/11/2023) lalu.
Padahal, saat ekspose itu digelar, Firli sudah diumumkan sebagai tersangka kasus pemerasan oleh Polda Metro Jaya.
Namun, saat itu dia memang belum diberhentikan oleh Presiden Jokowi dari jabatan ketua dan pimpinan KPK.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membenarkan pada Kamis (23/11/2023) itu pimpinan KPK menggelar ekspose pengembangan perkara dugaan suap DJKA.
Ghufron mengaku saat itu ia sedang di luar kota, sehingga tidak mengikuti rapat penentuan status perkara naik ke penyidikan dan penetapan tersangka.
Namun, Ghufron mendapatkan informasi bahwa saat itu rapat ekspose dipimpin Firli Bahuri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Aku posisi lagi di luar kota. Laporannya anak-anak begitu (ekspose dipimpin Firli),” kata Ghufron saat dihubungi Kompas.com.
Selain Firli, rapat ekspose itu juga diikuti dua pimpinan KPK lainnya, Alexander Marwata dan Johanis Tanak.
Dua pimpinan KPK lain yakni Ghufron dan Nawawi Pomolango tidak hadir.
Dalam rapat itu, diputuskan pengusaha Muhammad Suryo ditetapkan sebagai tersangka.
Namun Ghufron mengatakan, kesimpulan rapat itu kini masih diperdebatkan.
Sebab, keberadaan Firli Bahuri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi namun memimpin rapat penetapan tersangka korupsi, dinilai bermasalah.
Merujuk pada Pasal 32 Undang-Undang KPK 2019, pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka diberhentikan.
“Itu ada perdebatan tentang forumnya, bicara tentang keberadaan Pak FB (Firli Bahuri) berdasarkan pasal 32 itu kan sejak tersangka itu kan berhenti,” ujar Ghufron.
Namun, perdebatan bergulir karena saat itu Presiden Joko Widodo belum menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian sementara Firli dari jabatan Ketua KPK.
Presiden Joko Widodo baru menerbitkan Keppres pemberhentian sementara Firli dan penunjukan Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara pada 24 November 2023.
Hal itu menjadi argumentasi bahwa secara formil Firli masih aktif sebagai Ketua KPK.
Di sisi lain, secara materiil, Firli telah menjadi tersangka dan dianggap sudah berhenti dari Ketua KPK sehingga tidak bisa mengikuti rapat.
“Pak Nawawi pada saat itu menganggap ya jangan sekarang dulu lah kalau begitu, sampai jelas dulu tentang statusnya Pak FB,” tutur Ghufron.
Namun, Firli, Tanak dan Alexander tetap menggelar ekspose itu dan menetapkan Suryo sebagai tersangka.
Persoalan lainnya adalah kasus Suryo tersebut merupakan pengembangan yang bertolak dari laporan hasil penuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang perkara DJKA.
Sementara, persidangan itu masih berjalan di tahap penuntutan.
Aturannya, laporan tersebut disampaikan ke pimpinan KPK setelah perkara diputus oleh majelis hakim.
Karena keberadaan Firli dan laporan JPU dari persidangan yang belum selesai, forum hasil ekspose diperdebatkan.
Ia pun menyesalkan terjadinya hal ini. Ia menilai, harusnya dalam forum ekspose KPK, semua aspek formil (prosedur) dan materiil (substansi perkara) disepakati secara bulat.
“Supaya aman, tidak kemudian ketika naik ya naik dalam posisi yang sangat kuat. Tidak kemudian gamang untuk dipraperadilkan dan lain-lain,” tutur Ghufron.
Lebih lanjut, Ghufron menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari hasil ekspose perkara DJKA itu sampai saat ini belum ditandatangani.
“Ya sampai sekarang belum,” kata Ghufron.
Johanis Tanak ketika dihubungi pada Senin (27/11/2023) lalu mengkonfirmasi, Suryo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap DJKA, Kemenhub.
“Benar,” kata Tanak.
Namun, ia tak memberi informasi lebih jauh soal keterlibatan Firli dalam ekspose penetapan tersangka itu.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penetapan tersangka terhadap Suryo sudah dijelaskan oleh Tanak sehingga ia tak perlu memberi penjelasan lebih jauh.
“Pak Tanak sudah tegas, enggak perlu ditegaskan lagi,” kata Alex saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/11/2023).
Kasus korupsi DJKA
Adapun nama Suryo muncul dalam dakwaan Direktur PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto yang menjadi didakwa menyuap pejabat di lingkungan DJKA Kemenhub.
Jaksa KPK dalam surat dakwaan yang dibacakan menyebut, Suryo menggunakan perusahaan bernama PT Calista Perkasa Mulia bersama pria bernama Yudhi.
Sebelum lelang, PT Calista Perkasa Mulia telah itu telah dikondisikan sebagai salah satu perusahaan yang akan menerima pekerjaan proyek.
Salah satu proyek itu adalah pembangunan Jalur Ganda Kereta Api Antara Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso Kilometer 96+400 sampai KM.104+900 (JGSS 6). Anggarannya mencapai Rp 164.515.626.040,32.
Jaksa mengungkapkan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan menyebut, Dion akan mendapatkan proyek JGSS 6 namun dengan syarat.
“(Syarat) menyerahkan uang yang diistilahkan sebagai ‘sleeping fee’ kepada Suryo sebesar Rp 11.000.000.000,00,” sebagaimana dikutip dari dakwaan jaksa.
“Sleeping fee adalah pemberian sejumlah uang dari peserta lelang yang dimenangkan kepada peserta yang kalah sebagai kebiasaan dalam pengaturan lelang proyek,” lanjut Jaksa.
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/29/12444911/sudah-berstatus-tersangka-firli-bahuri-masih-pimpin-ekspose-penetapan