Salin Artikel

Menyoal Isu Keretakan Megawati dan Jokowi

Secara inisial disebut “Teuku Umar” dan “Istana”, mengacu kediaman Megawati dan Jokowi.

Isu tersebut seksi karena kedua tokoh berperanan sangat besar dalam konstelasi politik nasional. Banyak kepentingan berkelindan di seputar isu tersebut. Benarkah retak?

Sepintas kelihatan benar. Kesan yang sampai ke publik, Jokowi berhasil “ditarik” dan “dijauhkan” dari PDIP-Megawati oleh kekuatan tertentu. Teuku Umar dan Istana tak lagi sejalan. Ini kesan publik.

Tafsir liar

Banyak peristiwa yang dibaca publik menguatkan kesan itu. Meski peristiwa-peristiwa itu sebenarnya terkait tugas-tugas pemerintahan Jokowi sebagai presiden, Prabowo Subianto sebagai menteri, Ganjar Pranowo sebagai gubernur, dan Gibran Rakabuming Raka (putra sulung Jokowi) sebagai wali kota.

Sikap relawan Jokowi dan manuver sejumlah partai politik (parpol) pendukung pemerintah, seperti PAN dan Partai Golkar tiba-tiba mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo pada 13 Agustus 2023. Padahal, sebelumnya masih tampak baik-baik saja dengan poros PDIP-Ganjar.

Juga peristiwa lain, misalnya, gugatan sejumlah pihak ke MK terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Gugatan itu dibaca publik sebagai siasat kubu Prabowo untuk mendekati Jokowi.

Caranya dengan mengupayakan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo. Usia Gibran tidak memenuhi syarat cawapres, sehingga pasal yang membatasi harus digugat.

Gugatan tersebut lalu mengundang hiruk-pikuk gugatan tandingan di MK. Sejumlah pihak meminta MK membatasi usia capres-cawapres maksimum 70 tahun, dan memasukkan syarat tambahan.

Yang mengejutkan publik, kritik Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, tentang proyek food estate. Tak seperti biasanya. Sebab, PDIP biasanya selalu membela setiap kebijakan Jokowi.

Publik lalu menafsirkan secara liar dan membentuk kesan bahwa Teuku Umar sedang tidak baik-baik saja dengan Istana. Restu Jokowi menjauh dari Ganjar yang diusung PDIP, yang saat deklarasi pada 21 April 2023, Jokowi juga hadir.

Namun, tampaknya Jokowi kegerahan juga dengan tafsir liar tersebut. Presiden merasa harus mengklarifikasinya pada Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2023. Dengan tegas Jokowi menyatakan tidak berurusan dengan capres dan cawapres.

Jokowi menegaskan dirinya bukan ketua umum parpol, bukan pula ketua koalisi parpol. Menurut Jokowi, mengacu pada ketentuan perundang-undangan, penentu capres dan cawapres adalah parpol dan koalisi parpol.

”Jadi, saya mau bilang, itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan, dijadikan alibi, dijadikan tameng,” ujar Presiden Jokowi (Kompas.id, 16/08/2023).

Kata-kata Jokowi terkesan jengkel dengan pergerakan para aktor politik yang suka berlindung di balik dirinya. Meski Jokowi pernah juga menyatakan mau “cawe-cawe” urusan transisi kepemimpinan nasional.

Merugikan PDIP-Ganjar

Tafsir liar semacam itu tentu saja merugikan PDIP-Ganjar. Namun, apakah klarifikasi presiden cukup untuk menghentikannya? Saya kira, tidak.

Isu keretakan Teuku Umar dan Istana akan terus didengung-dengungkan, karena ada pihak yang berkepentingan.

Hal ini terkait dengan suara pendukung Jokowi dan kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi yang tinggi (74,3 persen menurut hasil survei Kompas pada awal Agustus 2023).

Dua hal itu tentu saja diperebutkan. PDIP-Ganjar mestinya akan lebih diuntungkan. Namun, karena Prabowo dan Partai Gerindra merupakan parpol koalisi pemerintahan, ia berkesempatan pula menikmati tuah Jokowi yang dulu lawan politiknya.

Hasil survei Litbang Kompas pada awal Agustus, menunjukkan suara pendukung Jokowi pada Pemilu 2019 memang cenderung mengalir ke Ganjar.

Ia masih mendapatkan aliran suara terbesar dari pemilih Jokowi, yakni 63,6 persen. Angka itu bila Ganjar hanya berhadapan dengan Prabowo.

Namun, survei juga mengungkap suara pemilih Jokowi yang mengalir ke Prabowo semakin besar. Ada 36,4 persen pemilih Jokowi yang memilih Prabowo. Naik dibandingkan pada Januari 2023 yang hanya 27,7 persen, dan 33,9 persen pada Mei 2023. Rata-rata naik 4-5 persen per empat bulan. Tentu bukan angka kecil.

Saya menduga kecenderungan pemilih Jokowi yang mengalir ke Prabowo akan semakin besar tatkala tafsir dan kesan “Teuku Umar dan Istana retak” tak berubah.

Karena itu, hasil survei Kompas adalah peringatan dini bagi PDIP-Ganjar. Elite PDIP-Ganjar harus peka dan kritis terhadap produksi wacana yang -- dalam bahasa Puan Maharani -- “mempertentangkan Megawati dan Presiden Jokowi” (Kompas.id, 26/08/2023).

Tokoh persatuan

Di mata saya, Megawati dan Jokowi adalah tokoh persatuan yang selalu berorientasi pada kerukunan (harmoni). Kebetulan keduanya adalah orang Jawa yang -- menurut saya, sangat “nJawani”.

Kosmologi Jawa tentu berpengaruh terhadap cara berpikir, berperasaan, dan bertindak, termasuk dalam urusan bernegara.

Inti kosmologi Jawa terletak pada prinsip keteraturan/keselarasan (harmoni). Segala bentuk gejala alamiah dan akibat dari tindakan manusia tidak dihayati sebagai kejadian yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari totalitas yang dikoordinasikan oleh kekuatan adikodrati, suatu kekuatan yang berhubungan dengan “penyebab tunggal”.

Secara simbolis, koordinasi itu dipahami sebagai hubungan harmonis antara jagad gedhe (tata kosmos) dan jagad cilik (manusia).

Di panggung perpolitikan nasional, Megawati dan Jokowi bukanlah tokoh instan. Megawati teruji ketokohannya di dua zaman berbeda, yakni Orde Baru dan Reformasi.

Ia berhasil melampaui dua zaman itu dengan penuh tantangan, lalu mengantarkan Jokowi memenangi kontestasi politik wali kota Solo, gubernur DKI, dan dua kali presiden.

Megawati adalah politikus bermazhab “politik kerja”. Ia tak kenal kalah dan lelah. Di kolom berjudul “Megawati Soekarnoputri, Guru Politik Bermazhab Politik Kerja” (Kompas.com, 15/06/2023), saya menulis mengapa ia tak kenal kalah dan lelah.

Karena, politik dihayati sebagai jalan pelayanan dan pengabdian kepada rakyat, bangsa dan negara. Bukan sekadar cara memperoleh kekuasaan.

Megawati dalam banyak kesempatan selalu mengingatkan kader-kadernya untuk turun ke akar rumput. Ajaran Bung Karno selalu diingat-ingatkan kepada kader-kadernya: “Setialah pada sumbermu”.

Ajaran itu pula yang dengan tekun dijalani Jokowi dengan metode “blusukan”. Sejak wali kota Solo, gubernur DKI, hingga presiden dua periode, Jokowi tak berhenti “blusukan”.

Jokowi, dengan demikian, juga bukan politikus ingusan yang tak berpendirian politik (political belief), yang gampang pindah haluan politik.

Jokowi membuktikan kelasnya sebagai kader partai sejati, sekaligus murid yang takzim kepada sang guru politik, Megawati Soekarnoputri.

Keberhasilan Jokowi dua kali mencapai puncak jabatan politik di negeri berpenduduk 270 juta ini di antaranya berkat ketakzimannya terhadap ajaran sang guru untuk selalu dekat dengan rakyat.

Di kolom berjudul “Pak Lurah Berbaju Raja Pakubuwono” (Kompas.com, 20/08/2023), saya melihat, karena kualitas kepemimpinannya, Jokowi dijuluki “Pak Lurah”.

Kualitas kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan kultural, yang selalu mencari jalan harmoni, mengupayakan kerukunan, dalam istilah Jawa “ngayomi”.

Karena itu, perihal Pemilu 2024, saya yakin kedua tokoh, Megawati dan Jokowi, mempunyai pertimbangan matang. Bukan hanya atas dasar “akal”, tapi juga “rasa”.

Bagi orang Jawa yang “nJawani”, aspek “rasa” memegang peranan penting. Banyak dimensi realitas yang hanya bisa dirasakan.

Sesuatu bukan semata-mata dilihat “benar atau tidak benar”, melainkan “cocok atau tidak cocok”. Ketidakcocokan adalah gejala chaos, kekacau-balauan, gejala yang harus dihindari, karena berimplikasi negatif dari sudut keselarasan umum.

Saya yakin, kedua tokoh tak akan rela urusan Pemilu 2024 mengorbankan persatuan-kesatuan bangsa. Megawati dan Jokowi akan selalu mencari jalan harmoni, mengupayakan kecocokan-kecocokan.

Kedua tokoh memegang peranan sangat besar untuk memastikan Pemilu 2024 sukses memilih pemimpin terbaik, sekaligus persatuan-kesatuan bangsa terjaga. Inilah kemenangan sejati bagi Megawati dan Jokowi.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/28/13015981/menyoal-isu-keretakan-megawati-dan-jokowi

Terkini Lainnya

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

Nasional
Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

Nasional
Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

Nasional
Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke