Ia ingin penyelesaian perkara berjalan optimal dan tak terganggu oleh polemik yang sempat terjadi karena KPK menetapkan dua orang prajurit TNI Angkatan Udara (AU) sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
“Selanjutnya, baik KPK maupun Puspom TNI membentuk tim koneksitas untuk melakukan proses hukum terhadap dua perwira TNI aktif tersebut. Disamping, tentunya KPK juga terus merampungkan penyidikannya atas para tersangka yang merupakan warga sipil,” ujar Arsul pada Kompas.com, Sabtu (29/7/2023).
Menurutnya, kerja sama antara KPK dan TNI diperlukan guna mengusut tuntas dugaan korupsi itu. Baginya, saat ini masyarakat menunggu langkah pasti dan menguji kredibilitas dua lembaga tersebut.
“Kami di DPR dan terlebih lagi masyarakat ingin melihat proses hukum yang benar secara prosedural dan akuntabel, dari sisi materi kasus tindak pidana korupsinya, serta ada aspek transparan untuk dinilai bersama oleh publik,” ujar dia.
“Di mana orang sipilnya diproses hukum dan dipidana penjara, plus denda. Namun, tidak demikian dengan perwira TNI yang diduga terlibat,” imbuh dia.
Diketahui polemik bermula ketika KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap Rp 88,3 miliar tahun 2021-2023.
Afri juga merupakan prajurit dari TNI Angkatan Udara (AU) yang memiliki pangkat Letkol Adm.
Puspom TNI pun keberatan dengan langkah KPK, sebab semestinya tindak pidana korupsi yang melibatkan prajurit TNI diproses oleh Puspom TNI.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pun akhirnya meminta maaf atas penetapan dua orang prajurit AU itu sebagai tersangka. Ia mengatakan ada kekhilafan dari penyelidik KPK.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/29/13332751/anggota-dpr-minta-kpk-dan-tni-bentuk-tim-koneksitas-usut-dugaan-korupsi-di