Salin Artikel

Pengamat Kritik MK, Seharusnya Tak Ikut Tentukan Masa Jabatan Pejabat Publik

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) tidak seharusnya turut menentukan masa jabatan pejabat publik.

Zaenur mengkritik putusan MK, yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Menurut Zaenur, penentuan masa jabatan pejabat publik merupakan wewenang pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.

“Jadi seharusnya MK tidak ikut menentukan masa jabatan satu jabatan publik,” ujar Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/5/2023).

Ia menilai pertimbangan hukum MK dalam putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 sangat lemah.

Salah satu pertimbangan MK tersebut adalah menganggap masa jabatan pimpinan KPK hanya 4 tahun diskriminatif.

Masa jabatan itu dibandingkan dengan sejumlah lembaga independen lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan lainnya.

“Saya mengatakan ini sama sekali tidak benar, saya melihat bahwa argumentasi ini sangat lemah,” ujar Zaenur.

Menurut Zaenur, argumentasi itu tidak bisa digunakan karena beberapa pimpinan lembaga negara lainnya juga tidak menjabat selama 5 tahun.

Di antara lembaga itu adalah Komisi Informasi dan Komisi penyiaran Indonesia.

“Komisi Informasi, Komisi Penyiaran ya, itu tidak lima tahun tetapi masa jabatannya empat tahun dan bahkan tiga setengah tahun,” tutur Zaenur.

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, mahkamah menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu 4 tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.

MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK. Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen dua kali dalam periode atau masa jabatannya.

Adapun ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis (25/5/2023).

Putusan tersebut sempat ditafsirkan secara berbeda. Beberapa pihak berpendapat, putusan MK baru berlaku pada periode berikutnya, sedangkan lainnya menyebut putusan itu berlaku untuk periode Firli Cs.

Terbaru, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyebut putusan itu berlaku bagi pimpinan KPK periode saat ini.

“Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dengan masa jabatan 4 tahun dan akan berakhir pada Desember 2023 diperpanjang masa jabatannya selama 1 tahun ke depan hingga genap menjadi 5 tahun masa jabatannya sesuai dengan Putusan MK ini,” kata Fajar.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/28/20523301/pengamat-kritik-mk-seharusnya-tak-ikut-tentukan-masa-jabatan-pejabat-publik

Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke