Salin Artikel

Cerita Fahri Hamzah soal "Dua Wajah" Prabowo Saat Reformasi 1998 yang Timbulkan Kecurigaan

Karena jabatan Prabowo saat itu sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, ia banyak dicurigai sebagai orang yang bertanggung jawab atas peristiwa penculikan aktivis 98.

Tuduhan-tuduhan itu dibarengi dengan bocornya surat pemecatan terhadap Prabowo yang dikeluarkan oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP).

Ada sejumlah persoalan yang membuat para jenderal senior dalam DKP itu merekomendasikan pemecatan yakni karena Prabowo dianggap bertindak melampaui wewenang dan tidak berkoordinasi dengan Panglima ABRI saat itu dalam melakukan operasi penangkapan aktivis hingga pengerahan pasukan pada tahun 1998.

Tetapi, keterlibatan Prabowo dengan huru-hara tahun 1998 justru diragukan aktivis pergerakan mahasiswa kala itu, yaitu Fahri Hamzah.

Fahri punya versi berbeda dari kebanyakan tuduhan kepada Prabowo. Menurut dia, ada sisi lain yang tidak diketahui Prabowo, salah satunya adalah Prabowo yang begitu keras mengkritik rezim Soeharto yang merupakan mertuanya sendiri.

Cerita Fahri bermula dari keluarga Prabowo yang disebut kritis terhadap rezim Orde Baru yang dikenal sangat otoriter.

Ayah Prabowo Soemitro Djojohadikoesoemo merupakan cendekiawan sekaligus ekonom yang menggemparkan rezim Orde Baru karena pernyataannya terkait Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang bocor di era Soeharto.

"Tahun '90, bapaknya Pak Prabowo itu Prof Soemitro pendiri Fakultar Ekonomi UI membuat pernyataan yang sangat menghebohkan pada waktu itu dia mengatakan bahwa APBN itu bocor 30 persen. Itu gempar seluruh Indonesia, padahal Pak Harto lagi kuat-kuatnya dan lagi berkuasa," kata Fahri saat ditemui di Taliwang Heritage, Depok, Rabu (17/5/2023).

Fahri mengatakan, kritik Soemitro tersebut secara tak langsung turun kepada Prabowo. Kelakuan ayah Prabowo membuat orang-orang di dekat Soeharto merasa waspada.

Terlebih, kata Fahri, Prabowo seringkali menggelar diskusi dengan gerakan mahasiswa kelompok kanan dan para NGO.

"Itu lah salah satu yang menyebabkan mungkin Pak Prabowo juga seperti di cyrcle fanatik Pak Harto dianggap sebagai pengkhianat juga," tutur dia.

Kesaksian Fahri, Prabowo bukan sekali-dua kali membangun komunikasi dengan gerakan mahasiswa. Sejak berpangkat kolonel, Prabowo telah mengkritik rezim Seoharto dengan beberapa pidatonya.

Prabowo juga disebut membuat lembaga studi dan merekrut intelektual muda seperti Fadli Zon, Amir Syamsuddin, hingga Din Syamuddin untuk membaca gerak politik Indonesia di masa depan.

Menurut Fahri, Prabowo lewat tim intelektual yang direkrut sudah tahu apa yang akan terjadi dari gerakan mahasiswa. Tetapi, Prabowo kesulitan menyampaikan hasil temuannya kepada Soeharto karena memang dia dinilai sebagai pengkhianat oleh orang-orang dekat Soeharto.

Sementara di kalangan mahasiswa, Prabowo juga tak bisa berbuat banyak. Ia tak bisa mengatasnamakan aspirasi mahasiswa seutuhnya karena memang berada di lingkar kekuasaan.

"Karena sedikit banyak dari kalangan mahasiswa pasti curiga kan, ini orang menantunya Pak Harto, tentara lagi," imbuh dia.

Fahri mengatakan, Prabowo bukan satu-satunya militer yang berperan sebagai pembela gerakan mahasiswa. Ada Syarwan Hamid yang turut mendukung adanya reformasi di tubuh pemerintahan otoriter Soeharto.

Sebab itu, kata Fahri, Prabowo adalah saksi sejarah yang banyak dicurigai karena bisa dilihat dari berbagai sisi.

Prabowo adalah sosok di dalam pemerintahan, tapi juga berteman dengan kelompok kiri dan kanan.

"Makanya kalau kita lihat biografi Pak Prabowo, dia bisa berteman dengan Soe Hok Gie dan lain lain. Jari ruang pergaulan intelektualnya luas, itu sebabnya sampai hari ini dia memiliki pergaulan yang luas. Tapi dia banyak dicurigai karena dia berada di banyak sisi," ucap Fahri.

"Menurut saya, orang seperti Prabowo ini lah yang bisa memahami secara utuh apa yang terjadi sepanjang sejarah kita, dan bagaimana kita mendapat koreksi untuk di masa yang akan datang," sambung dia.

Penculikan Aktivis '98

Adapun terkait penculikan aktivis '98 yang disebut-sebut tanggung jawab Prabowo, Fahri Hamzah berpandangan berbeda.

Menurut Fahri, musuh Prabowo lah yang memanfaatkan peristiwa ''98 untuk menghancurkan reputasi Prabowo.

Satu-satunya bukti bahwa Prabowo tak seanarkis yang dituduhkan para aktivis adalah saat ini Prabowo berjuang menggenggam kekuasaan dengan cara yang demokratis.

"Orang yang berkhianat sudah kembali, musuh-musuhnya sudah dukung dia, orang yang berbohong sudah kembali ke dia. Jadi saya melihat manusia sejarah seperti Pak Prabowo itu memang sudah waktunya kita suatu saat bilang "sudah lah capek kita berbohong tentang Pak Prabowo"," kata Fahri.

Jika benar Prabowo dituduhkan seperti yang dikatakan dalam peristiwa 98, Fahri menyebut Prabowo punya kesempatan untuk mengulang peristiwa itu kembali dengan sangat mudah.

Tetapi Prabowo tidak memilih jalan itu, Prabowo justru membuat partai politik, ikut membangun institusi demokrasi dan membuktikan mampu memimpin partai Gerindra dengan sukses.

"Lalu dia ikut dengan pemerintah Pak Jokowi memimpin kementerian yang paling strategis, yang pegang senjata kira-kira begitu, dan tidak ada masalah. Apa kita masih curiga dengan orang ini?" ucap Fahri.

Fahri mengatakan, sudah waktunya Indonesia tak lagi melihat ke belakang dengan peristiwa kerusuhan yang samar-samar siapa yang harus bertanggungjawab.

Isu pelanggaran HAM yang dituduhkan ke Prabowo, atau komunisme, radikalisme yang sering muncul di tahun politik sudah harus dihentikan.

"Enggak capek? Kapan kita bicara mau pergi ke bulan, padahal kita harus bicara mau pergi ke bulan dan lain-lain, kita sibuk dengan isu kiri kanan enggak selesai," kata Fahri.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/26/05040081/cerita-fahri-hamzah-soal-dua-wajah-prabowo-saat-reformasi-1998-yang

Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke