Diksi "penundaan pemilu" ini kerapkali dihindari kedua belah pihak begitu kasus ini jadi sorotan publik.
Humas PN Jakpus Zulkifli Atjo, Kamis (2/3/2023), mengaku tidak tahu ketika dikonfirmasi apakah pihaknya memerintahkan penundaan pemilu.
“Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya 'tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu'," tegasnya.
Sementara itu, dalam jumpa pers Jumat (3/3/2023), Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono berulang kali membantah pihaknya mengusulkan penundaan pemilu.
"Yang kita tuntut bukan persoalan penundaan pemilu, tapi prosesnya itu dihentikan dan dimulai dari awal lagi," ujar dia.
Namun, penelusuran dari berkas persidangan, sejak awal kedua belah pihak bukan tak bersengaja untuk menunda pemilu.
Putusan "copas" gugatan
Gugatan untuk menunda pemilu ada pada petitum nomor 5 gugatan Prima.
Dalam salinan putusan perkara 757/Pdt.G/2022 itu, majelis hakim PN Jakpus mengaku paham maksud Prima dalam petitum tersebut bertujuan menunda pemilu.
"Tentang petitum nomor 5 gugatan, penggugat yang memohonkan agar pengadilan memerintahkan tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 ... dengan kata lain adalah bertujuan untuk penundaan pelaksanaan tahapan pemilu sementara waktu".
Majelis hakim PN Jakpus juga dengan tegas menyebut bahwa petitum itu "akan dikabulkan dengan perbaikan".
Pertimbangan majelis hakim PN Jakpus sama persis dengan pertimbangan dalam gugatan Prima, yaitu penundaan pemilu perlu dilakukan untuk terciptanya keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan dari KPU.
Prima mengutip pasal 2 kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Mereka menilai, larangan untuk KPU menyelenggarakan tahapan pemilu adalah tuntutan yang rasional.
Petitum menunda pemilu ini dikabulkan oleh majelis hakim karena memperhitungkan keadaan yang terjadi masih berada pada awal mula tahapan Pemilu.
Oleh karena itulah, majelis hakim PN Jakpus, masih dalam salinan putusan yang sama, memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari sejak putusan diucapkan.
"Dan kemudian melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari," tulis majelis hakim dalam pertimbangannya, dikutipnya dari salinan putusan yang diterima Kompas.com.
Angka 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari ini merupakan angka yang diajukan Prima lewat petitum nomor 5 gugatannya.
Perhitungan ini diperoleh dari lamanya tahapan Pemilu 2024 dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, dihitung sejak tahapan paling awal (penyusunan aturan dan anggaran) hingga tahapan terakhir (pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih).
KPU tak ajukan saksi dalam sidang
Sebagai informasi, gugatan ini diajukan secara perdata terhadap sejumlah jajaran komisioner dam staf KPU RI, akibat Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Sebelumnya, Prima sudah menggugat sengketa KPU ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan dinyatakan menang.
Bawaslu memerintahkan KPU membuka kesempatan kembali bagi Prima melakukan verifikasi administrasi perbaikan. Namun, Prima tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk kali kedua.
Dalam putusannya, majelis hakim menilai KPU terbukti bersalah karena sejumlah sebab.
Di antaranya, Prima tidak dapat memperbaiki data yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat. Prima disebut hanya dapat menambah data keanggotaan baru.
KPU dinilai tidak patuh pada putusan Bawaslu yang tak memberi batasan semacam itu.
KPU juga dianggap melanggar peraturan mereka sendiri, yaitu Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022, bahwa partainya politik dapat memperbaiki dokumennya.
Dalam persidangan di PN Jakpus, KPU tak sekalipun mengirim saksi, sedangkan Prima mengirim 2 orang saksi.
Sebelum sidang pembuktian, KPU telah mengajukan eksepsi yang belakangan ditolak.
Pada intinya, KPU menegaskan bahwa perkara ini sudah pernah digugat ke Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai saluran yang dimungkinkan oleh UU Pemilu.
KPU menegaskan, PN Jakpus tak berwenang mengadili perkara ini. Namun, PN Jakpus menolak eksepsi KPU.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/06/10440041/salinan-putusan-buktikan-hakim-pn-jakpus-tahu-maksud-prima-ingin-pemilu