Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, sanksi tersebut bisa berupa menghentikan pejabat atau penyelenggara terkait agar dicopot dari jabatannya.
“Misalnya tidak jujur dalam pengisian harus diberhentikan dinonaktifkan dari posisi yang bersangkutan jadi begitu,” kata Alex dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023).
Alex mengatakan, pihaknya juga mendorong agar KPK bisa menentukan siapa pejabat negara yang wajib melaporkan LHKPN.
Menurut Alex, terdapat sejumlah pejabat negara yang memiliki posisi strategis. Namun, berdasarkan ketentuan yang berlaku, mereka tidak wajib melaporkan LHKPN.
“KPK nanti yang akan tentukan siapa saja penyelenggara negara, pejabat yang wajib melapor LHKPN,” ujar Alex.
KPK juga mendorong agar perkom itu diubah tahun ini.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK lainnya, Nawawi Pomolango mengatakan bahwa dasar hukum pelaporan LHKPN mengacu pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Menurut Nawawi, berdasar pada pasal tersebut, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan berwenang menerima pendaftaran, mengklarifikasi, dan melakukan pemeriksaan.
“Ada yang bisa dilakukan Pak Pahala, yaitu meneruskan kepada Direktorat Penyelidikan dalam hal kemudian dia temukan dari hasil pemeriksaan itu hal-hal yang enggak beres,” tutur Nawawi.
Adapun penyelenggara yang dimaksud diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pasal 2 UU tersebut menyatakan, penyelenggara negara meliputi, pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim.
Kemudian, pejabat negara yang lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara.
Adapun sanksi bagi penyelenggara negara yang tidak memenuhi kewajibannya melaporkan LHKPN diatur dalam Pasal 21 Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020.
Perkom tersebut mengatur tata cara pendaftaran, pengumuman, dan pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara.
“Komisi dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat Penyelenggara Negara berdinas untuk memberikan sanksi administratif kepada Penyelenggara Negara yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” demikian dikutip dari Pasal 2 Ayat (1) Perkom tersebut.
Sebelumnya, LHKPN para pejabat negara menjadi sorotan setelah anak eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo, Mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan.
Mario diketahui kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial. Publik kemudian mulai mengulik LHKPN Rafael yang mencapai Rp 56,1 miliar.
Harta tersebut dinilai tidak wajar dengan profilnya sebagai pejabat eselon III.
Setelah itu, perhatian publik terus meluas kepada kekayaan para penyelenggara negara lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/03/15360051/kpk-dorong-dibuatnya-aturan-pejabat-bisa-dicopot-jika-bohong-saat-isi-lhkpn