Pertama, hal yang menjadi pertimbangan adalah status justice collaborator (JC) Richard Eliezer dalam perkara kasus pidana pembunuhan berencana Brigadir J.
"Terduga pelanggar telah menjadi Justice Collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama, di mana pelaku lainnya dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berusaha mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan berbagai cara merusak menghilangkan barang bukti dan memanfaatkan pengaruh kekuasaan tetapi justru kejujuran terduga pelanggar dengan berbagai resiko telah turut mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi," kata Ramadhan.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah sikap Bharada E yang selama bertugas belum pernah dihukum karena melakukan pelanggaran baik disiplin, kode etik, maupun pidana.
Ketiga, Richard Eliezer mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya. Lalu, ia mau bekerja sama dan memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya sehingga perkara kematian Brigadir J dapat terungkap.
"Terduga pelanggar masih berusia muda, masih 24 tahun, masih peluang memiliki masa depan yang baik. Apalagi, dia sudah menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari," ujar Ramadhan.
Keenam, adanya permintaan maaf dari Richard Eliezer kepada pihak keluarga Brigadir J saat persidangan pidana di PN Jakarta Selatan.
Pertimbangan lainnya adalah tindakan yang dilakukan Richard Eliezer dalam keadaan terpaksa karena tidak berani menolak perintah atasan.
"Terduga pelanggar yang berpangkat bharada atau tamtama Polri tidak berani menolak perintah menembak Brigadir Yosua. Dan saudara FS karena selain selaku atasan, jenjang kepangkatan saudara FS dengan terduga pelanggar sangat jauh," kata Ramadhan.
Namun, Richard Eliezer mendapat sanksi demosi selama satu tahun di Pelayanan Mabes (Yanma) Polri.
Dalam perkara pembunuhan Brigadir J, Richard Eliezer telah divonis satu tahun enam bulan penjara.
Vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, yakni 12 tahun penjara.
Salah satu yang meringankan vonis adalah status Richard Eliezer sebagai justice collaborator.
Dalam kasus itu, Richard Eliezer menjadi terdakwa bersama Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi. Kemudian, rekan sesama ajudan, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga (ART) sekaligus keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf.
Terhadap Ferdy Sambo divonis hukuman mati. Putri Candrawathi divonis pidana 20 tahun penjara. Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara, dan Ricky Rizal dijatuhi pidana 13 tahun penjara.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/22/19312621/9-pertimbangan-meringankan-di-sidang-etik-richard-eliezer-justice