Salin Artikel

Akademisi Dukung Richard Eliezer, Ferdy Sambo Dinilai Tidak Kesatria

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Akademisi Indonesia menyatakan mantan kepala Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo tidak memiliki sikap kesatria dengan mengorbankan ajudannya, Richard Eliezer (Bharada E), guna menghabisi Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Hal itu tercantum dalam surat sahabat pengadilan (amicus curiae) yang diserahkan Aliansi Akademisi Indonesia kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (6/2/2023) lalu.

“Sang jenderal, atasannya nampak sungguh tidak memiliki sikap kesatria, karena melampiaskan angkara murka, membunuh bawahannya sendiri, tetapi dengan menggunakan tangan bawahan yang lain, dan yang akhirnya berisiko dihukum berat,” kata salah satu cendekiawan yang mengajukan amicus curiae, Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, dalam pernyataan tertulis, seperti dikutip pada Rabu (8/2/2023).

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, salah satu alasan mereka mengajukan amicus curiae karena melihat ada relasi kuasa yang timpang antara Richard Eliezer dengan mantan atasannya, yakni Ferdy Sambo, yang saat itu masih berpangkat inspektur jenderal polisi bintang dua.

Sulistyowati menilai karena perbedaan pangkat yang jauh itulah yang membuat Richard sulit menolak perintah Sambo buat menembak Yosua.

“Richard Eliezer sebagai seorang anggota Polri yang berpangkat Bharada, tentu harus mengikuti perintah atasannya, sang jenderal,” ujar Sulistyowati.

Surat amicus curiae itu didukung oleh 122 cendekiawan lintas keilmuan. Melalui amicus curiae itu Sulistyowati dan para cendekiawan lainnya berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan pendapat mereka, dan memastikan bahwa hukuman yang diberikan kepada Richard adalah yang paling adil.

"Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundangan lain yang terkait,” ucap Sulistyowati.

“Kami yakin bahwa keadilan yang diputuskan Majelis Hakim dalam kasus ini, akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia secara umum,” tutur Sulistyowati.

Dalam kasus ini, Richard Eliezer menjadi terdakwa bersama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.

Mereka dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.

Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal dan Putri Candrawathi dituntut pidana penjara delapan tahun.

Sementara itu, Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.

Sidang vonis kelima terdakwa akan digelar pekan depan dalam waktu yang berbeda.

Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, dijadwalkan menjalani sidang vonis pada Senin (13/2/2023).

Kemudian Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf akan menjalani sidang vonis pada Selasa (14/2/2023).

Sedangkan Richard Eliezer akan menjadi terdakwa yang menjalani sidang vonis terakhir yakni pada Rabu (15/2/2023).

(Penulis : Irfan Kamil | Editor : Sabrina Asril)

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/09/16091721/akademisi-dukung-richard-eliezer-ferdy-sambo-dinilai-tidak-kesatria

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke